
DENPASAR, BALIPOST.com – Usulan untuk mewajibkan pengemudi transportasi online memiliki KTP Bali dinilai sulit diterapkan. Hal ini disampaikan Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Wilayah Bali, I Made Rai Ridartha.
Ia menilai wacana mewajibkan pengemudi transportasi online memiliki KTP Bali tidak adil dan sulit diterapkan. Rai menyatakan bahwa seluruh warga negara Indonesia (WNI) memiliki hak yang sama untuk bekerja di mana saja.
“Tidak adil jika ada pembatasan berdasarkan KTP, karena semua WNI berhak bekerja di mana saja. Namun, perlu ada surat keterangan domisili untuk memastikan status kependudukan mereka, terutama bagi yang tempat tinggalnya berbeda dengan KTP asalnya,” ujar Rai Ridharta, Senin (17/2).
Selain itu, ia pun menekankan bahwa ketersediaan pengemudi transportasi online sangat bergantung pada kebutuhan pasar. Jika kebutuhan tersebut sudah terpenuhi oleh masyarakat ber-KTP Bali, maka peluang bagi pendatang tentu akan lebih kecil.
Namun, selama lowongan masih terbuka dan siapa saja dapat mendaftar sesuai kriteria, maka rekrutmen tetap harus dilakukan secara terbuka. Hingga saat ini, belum ada data akurat mengenai jumlah layanan transportasi online yang beroperasi di Bali maupun kebutuhan riil di lapangan.
Sebelumnya, pada Januari 2025, perwakilan sopir pariwisata Bali mengadakan audiensi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali dan mendesak untuk mewajibkan sopir pariwisata dan transportasi online, termasuk taksi online dan ojek online (ojol) memiliki KTP Bali.
Terkait kemacetan, Rai Ridharta menjelaskan bahwa penyebab utama bukanlah keberadaan transportasi online, melainkan jumlah kendaraan yang berlebihan serta banyaknya pelanggaran lalu lintas. “Jika kendaraan online tidak berhenti atau parkir sembarangan, maka sebetulnya mereka bukan penyebab kemacetan. Namun, jika mereka parkir sembarangan saat menunggu penumpang, itu bisa menjadi faktor yang memperburuk kondisi lalu lintas,” ujarnya.
MTI Bali merekomendasikan agar pemerintah daerah lebih fokus pada penegakan aturan lalu lintas dan tata kelola transportasi yang lebih baik. Dengan data yang lebih akurat dan kebijakan yang terukur, permasalahan transportasi di Bali dapat diselesaikan tanpa harus membatasi hak bekerja masyarakat. (kmb/balipost)