Empat terdakwa jalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor Denpasar. (BP/Asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana bergulir Usaha Ekonomi Produktif (UEP) di Kecamatan Kerambitan, Tabanan, mulai disidangkan di Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu (19/2).

Sidang menghadirkan langsung empat terdakwa, yakni I Wayan Sukarma, Drs. I Made Widiarta, I Nyoman Edi Arta Sanjaya dan Nyoman Duantara, JPU juga membeber peristiwa dugaan korupsi dana bergulir UEP yang diduga dilakukan empat terdakwa.

Di hadapan majelis hakim yang diketuai Heriyanti dengan hakim anggota Nelson dan Imam Santoso, JPU dari Pidsus Kejari Tabanan, I Made Santiawan, dkk., membacakan peristiwa yang dilakukan empat terdakwa.

Para terdakwa, yakni I Wayan Sukarma selaku Ketua UEP dan Kepala LPD Tibu Biu Kerambitan. I Nyoman Edi Arta Sanjaya selaku Bendahara UEP dan Mantan Kepala LPD Mandung Kerambitan, kemudian Nyoman Duantara disebut mantan Ketua BKS LPD Kecamatan Kerambitan dan Mantan Ketua LPD Meliling, serta I Made Widiarta Mantan Ketua BKAD Kecamatan Kerambitan, diduga mengajukan proposal permohonan dana UEP tanpa melalui verifikasi dan melampirkan nama-nama kelompok penerima fiktif.

Baca juga:  Mantan Bendahara Terminal Manuver Gilimanuk Dibui 1,5 Tahun

Berdasarkan laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian keuangan negara atas kasus dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan pengelolaan dana UEP pada unit pengelola kegiatan Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan Tahun 2016 sampai dengan Tahun 2020 yang dilakukan oleh BPKP Perwakilan Provinsi Bali Nomor PE.03.02/S-1146/PW22/5/2024 Tanggal 27 Juni 2024, terdakwa I Wayan Sukarma bersama-sama dengan I Nyoman Edi Arta Sanjaya, Nyoman Duantara dan Made Widiarta menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 1.030.000.000.

Dari perbuatan terdakwa I Wayan Sukarma telah memperkaya orang lain yaitu I Ketut Buda Aryana sebesar Rp. 100.000.000,- memperkaya Nyoman Edi Arta Sanjaya Rp. 450.000.000,- memperkaya Nyoman Duantara sebesar Rp. 400.000.000,- dan memperkaya I Made Widiarta Rp. 80.000.000,- Namun demikian, terdapat juga penyelamatan keuangan negara, melalui aset terdakwa senilai Rp 905.700.000. Seperti dari I Wayan Sukarma Rp 416.400.000, I Nyoman Edi Arta Sanjaya Rp 149.000.000, Nyoman Duantara Rp 340.000.000, dan juga dari I Made Widiarta.

Baca juga:  20 Ribu Butir Pil Koplo Pesanan Napi Disita

Diuraikan jaksa, pada tahun 2004 pemerintah menyalurkan dana untuk Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang bersumber dari APBN senilai Rp. 1.000.000.000. Dana PPK ini dipergunakan untuk Simpan Pinjam Perempuan (SPP), Program Usaha Ekonomi Produktif (UEP), dan kegiatan fisik. Tahun 2004, untuk UEP memperoleh dana Rp. 535.489.447.

Seiring perjalanan, sejumlah pengurus LPD mengajukan proposal. Meskipun proposal pengajuan peminjaman dana UEP tidak memenuhi seluruh ketentuan sebagimana Peraturan Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan UEP Tahun 2003 dan Standar Oprasional dan Prosedur Pengelola Dana Bergulir Usaha Ekonomi Produktif Kecamatan Kerambitan Kabupaten Tabanan, namun Sukarma selaku Ketua UEP diduga tetap menerima pengajuan proposal tersebut serta menyetujui untuk pencairan dana UEP atas dasar kepercayaan tanpa melakukan verifikasi terlebih dahulu sehingga dengan adanya persetujuan, bendahara mengeluarkan kredit tersebut. Masih di dakwaan JPU, pihak peminjam disebut tidak menyalurkan dana UEP yang telah cair kepada nama-nama yang tercantum dalam daftar calon penerima manfaat.

Baca juga:  Pemkot Batal Dapat Hibah Lapangan Lumintang

Melainkan, salah satunya terdakwa Nyoman Duantara mempergunakan dana UEP tersebut untuk biaya operasional LPD dikarenakan kondisi LPD Desa Adat Meliling tidak sehat. Begitu juga dengan LPD lainlain yang masuk dalam dakwaan JPU.

Hingga pada puncaknya, Maret 2021 pengelolaan dana PPK termasuk dana UEP diserahkan pengelolaannya ke UPK Kecamatan Kerambitan karena sudah berbadan hukum menjadi Bumdesma Sadhu Winangun sehingga saat peralihan tersebut dikataka jika pengelolaan dana UEP terdapat kendala kredit macet.

Berdasarkan laporan audit BPKP Perwakilan Provinsi Bali, perbuatan para terdakwa menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 1.030.000.000,- (Miasa/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *