Wisatawan mancanegara (wisman) melihat-lihat suasana di Pantai Sindu, Sanur, Denpasar, Kamis (13/2). (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sebagai daerah pariwisata, moda transportasi di Bali harus teritegrasi. Artinya, harus bisa memberikan nilai tambah karena perkembangan pariwisata sebenarnya tak bisa lepas dari keberadaan berbagai moda transportasi sehingga wisatawan memiliki akses yang mudah untuk mengunjungi berbagai destinasi. Demikian disampaikan Kepala Pusat Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat Politeknik Pariwisata Bali, Diah Sastri, Senin (24/2).

Ia mengatakan perkembangan pariwisata di Indonesia tak lepas dari peran berbagai moda transportasi. Menurutnya, moda transportasi di daerah pariwisata, khususnya Bali harus terintegrasi agar mampu memberikan nilai tambah untuk pariwisata nasional.

“Moda transportasi di Bali harus saling melengkapi dan memenuhi kebutuhan wisatawan yang akan berkunjung ke Bali dan juga mobilitas sehari-hari masyarakat,” sebutnya.

Baca juga:  Cuaca Buruk, Pelabuhan Tribuana Kusamba Ditutup Sementara

Ia menjelaskan transportasi bukan lagi sekedar sarana perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, tetapi telah menjadi bagian integral dari pengalaman wisata itu sendiri. Studi Poltekpar Bali menunjukkan bahwa transportasi yang nyaman, aman, dan mudah diakses sangat mendukung pengalaman perjalanan yang seamless dan menyenangkan. Hal ini menjadi lebih penting bagi wisatawan dengan kebutuhan khusus, seperti solo female travelers dan wisatawan dengan disabilitas, yang memerlukan aksesibilitas dan keamanan yang lebih baik.

“Oleh karena itu, transportasi tidak hanya tentang mobilitas, tetapi juga tentang destination inclusivity providing accessible and available options for everyone,” jelasnya.

Dicontohkannya, transportasi online sangat cocok untuk wisatawan yang mengutamakan kenyamanan dan efisiensi. Sementara, transportasi lokal memberikan pengalaman yang lebih otentik dan lebih private bagi wisatawan. Sedangkan, transportasi umum menjadi pilihan bagi wisatawan dengan anggaran terbatas dan ekonomis.

Baca juga:  Cegah Mpox, Pemeriksaan Delegasi IAF Ditingkatkan

“Dengan adanya integrasi dan keterhubungan antar moda transportasi, wisatawan memiliki lebih banyak pilihan yang dapat disesuaikan dengan preferensi dan kebutuhan perjalanan mereka,” ujar Diah.

Selain itu, lanjutnya, preferensi wisatawan muda yang berkunjung ke Bali memiliki karakter yang sangat dinamis dan tidak terpola secara konvensional. Mereka cenderung fleksibel dalam menentukan tujuan perjalanan, sering kali dipengaruhi oleh tren seperti FOMO (Fear of Missing Out), tempat yang instagrammable, dan hidden gems.

Baca juga:  Bersamaan Arus Mudik, Bandara Ngurah Rai Tutup Saat Nyepi

Faktor-faktor tersebut mendorong mereka untuk mengeksplorasi berbagai lokasi yang sedang populer, bahkan yang tersembunyi atau belum terkenal. Oleh karena itu, pola mobilitas mereka sering kali tidak terstruktur dan sangat fleksibel karena bergantung pada rekomendasi real-time dari media sosial serta komunitas digital.

Ia pun menilai pengembangan transportasi di Bali perlu memperhatikan preferensi wisatawan sekaligus mempertahankan nilai budaya masyarakat setempat. “Misalnya dengan menghadirkan moda transportasi yang mengakomodasi teknologi modern tetapi tetap mempertahankan unsur budaya lokal. Akselerasi dan sinergi antara penyedia layanan transportasi, pemerintah, serta komunitas lokal menjadi kunci utama dalam menciptakan sistem transportasi yang adaptif, inklusif, dan berkelanjutan bagi sektor pariwisata di Bali,” paparnya. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN