
DENPASAR, BALIPOST.com – Polemik driver transportasi online dengan driver pariwisata di Bali kini tengah terjadi. Forum Perjuangan Driver Pariwisata Bali kini menuntut agar Pemerintah Provinsi Bali bersama DPRD Bali menata dan mengatur angkutan sewa khusus di Bali.
Mereka menuntut agar Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 40 Tahun 2019 tentang Layanan Angkutan Sewa Khusus Berbasis Aplikasi di Provinsi Bali ditingkatkan statusnya menjadi Peraturan Daerah (Perda).
Terkait hal ini, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Provinsi Bali, I Made Rai Ridartha berpendapat bahwa adanya upaya untuk meningkatkan Pergub Bali Nomor 40 Tahun 2019 menjadi Perda boleh-boleh saja. Namun yang terpenting saat ini adalah apa yang akan diatur di dalam Perda tersebut.
Rai mengatakan dari 6 tuntutan Forum Perjuangan Driver Pariwisata Bali kepada DPRD Bali, 5 di antaranya masih bisa dilaksanakan dan dimasukkan dalam Perda oleh DPRD Bali. Seperti, pembatasan kuota mobil taxi online di Bali, membuat standardisasi tarif untuk Angkutan Sewa Khusus, menertibkan dan menata ulang keberadaan vendor-vendor angkutan sewa khusus di Bali termasuk juga rental mobil dan motor, mewajibkan mobil pariwisata bernopol Bali (pelat DK) dan juga memasang identitas yang jelas di kendaraan, dan melakukan standardisasi pada driver pariwisata yang berasal dari luar Bali.
Soal tuntutan untuk melakukan pembatasan rekrutmen driver hanya ber-KTP Bali, kata dia, agak sulit dilakukan. Dikhawatirkan kebijakan tersebut menimbulkan diskriminasi terhadap orang luar Bali yang mencari pekerjaan di Bali.
Sebab, pemerintah Bali tidak bisa memaksa pekerja dari luar Bali yang bekerja di Bali dituntut untuk menggunakan identitas KTP Bali. Menurutnya, tuntutan ini yang menjadi titik krusialnya permasalahan saat ini. “Khusus untuk driver online ini kan memang sudah diatur dengan menggunakan domisili. Kemudian tuntutan yang kemarin itu mengatakan bahwa yang membutuhkan driver itu katakanlah aplikator dapat mengutamakan pemohon driver ber- KTP Bali. Bagi saya sih tidak masalah, sepanjang pemohon cocok dengan apa yang dibutuhkan dan memenuhi syarat aplikator,” ujarnya.
Bagi dia, siapa pun itu sepanjang memenuhi syarat (bisa melamar menjadi driver, red), karena tidak bisa dituliskan sebuah keharusan memilih driver pemohon KTP Bali. “Tapi kalau ada driver yang memenuhi syarat ber-KTP Bali mungkin tidak ada salahnya kalau itu diprioritaskan,” ujar Rai Ridartha, Rabu (26/2).
Mendahulukan pelamar driver ber-KTP Bali, menurut Rai Ridartha sangat penting dilakukan. Sebab, dengan memiliki KTP Bali otomatis mereka memiliki tempat tinggal di Bali. Artinya, urusan tempat tinggal bukan lagi menjadi persoalan, sehingga mereka tidak perlu lagi menyewa atau kost yang memerlukan biaya yang dapat mengurangi penghasilan mereka.
“Jadi itu pertimbangannya, biar bisa berlaku secara nasional. Karena bagaimana pun juga orang-orang Bali ber-KTP Bali ada juga yang bekerja di luar Bali dan tidak diwajibkan untuk merubah KTP-nya, hanya melaporkan domisilinya. Ini penting untuk menjaga kesatuan kita,” tandasnya.
Terkait baik buruknya pelayanan, Rai Ridartha menegaskan tidak terletak pada status kependudukannya. Sebab, baik buruknya pelayanan terletak pada terbentuknya standar-standar pelayanan yang ditetapkan melalui peraturan yang ada.
Antara lain, Pergub 40 Tahun 2019 yang mungkin nanti ditingkatkan statusnya menjadi Perda. Namun, dalam peningkatan status kebijakan ini di dalam uraiannya harus dibuat lebih jelas. Begitu juga di dalam Perda juga akan muncul hak dan kewajiban serta sanksi yang bisa dikenakan kepada pelanggar. “Itu keuntungan sebetulnya kalau statusnya dari Pergub menjadi Perda, bisa menerapkan sanksi dan sanksi itu berlaku untuk semua pelaku-pelakunya,” ungkapnya. (Ketut Winata/balipost)