
DENPASAR, BALIPOST.com – Pada Februari 2025, Denpasar mengalami deflasi 0,13 persen (mtm) dan penurunan inflasi menjadi 1,70 persen. Kondisi ini terjadi dominan karena diskon tarif listrik. Sementara kebijakan efisiensi anggaran belum mempengaruhi Indeks Harga Konsumen (IHK).
Kepala BPS Denpasar Dr. Andri Yudhi Supriadi, Senin (3/3) mengatakan, indeks harga konsumen pada Februari 2025 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang mana pada Februari 2024, Denpasar justru mengalami inflasi 0,65 persen (mtm) dan secara yoy mengalami inflasi 2,72 persen.
Inflasi tahunan (y-on-y) terjadi karena naiknya indeks sembilan kelompok pengeluaran, yaitu kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 4,30 persen, kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 1,31 persen, kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 2,08 persen.
Ada juga kelompok kesehatan sebesar 3,06 persen, kelompok transportasi sebesar 2,85 persen, kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 2,02 persen, kelompok pendidikan sebesar 4,03 persen, kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 9,63 persen dan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 4,35 persen.
Sedangkan indeks kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan, yaitu kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 12,37 persen serta kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,82 persen.
Menurut Plh. Kepala BPS Bali Kadek Agus Wirawan, setelah Januari 2025 mengalami deflasi, Februari 2025 juga tercatat mengalami deflasi. Salah satunya yang mempengaruhi IHK adalah diskon tarif listrik. Diskon tarif listrik diberikan pada pelanggan pascabayar dan prabayar. “Yang pascabayar lebih merasakan dampaknya di bulan Februari,” ujarnya.
Selain itu, beberapa komoditas yang seharusnya membuat inflasi seperti kenaikan harga BBM, LPG, justru tidak menyebabka inflasi. Karena komoditas BBM yang naik merupakan barang non subsidi seperti Pertamax, yang mana sharenya dalam penghitungan inflasi, masih relatif kecil. “Berbeda dampaknya, jika harga BBM yang naik adalah jenis Pertalite, karena banyak dikonsumsi masyarakat,” ujarnya.
Dari tiga komponen barang yaitu volatile food (barang bergejolak), barang – barang yang diatur pemerintah dan barang inti, kata Kadek Agus, komponen barang volatile food atau barang- barang yang bergejolak sangat fluktuatif karena sangat dipengaruhi musim, permintaan sehingga perubahan harganya sangat bervariasi setiap bulannya. Sementara deflasi dan inflasi tidak bisa dilihat dalam periode singkat namun dalam jangka waktu tahunan.
Di samping itu, ia belum melihat dampak secara langsung dari efisiensi anggaran terhadap harga – harga barang. “Untuk deflasi,murni disebabkan sebagian besar oleh diskon tarif listrik. Sedangkan harga barang- barang pokok kebutuhan masyarakat, tidak begitu kelihatan. Yang turun itu malah bawang merah, cabai rawit, dan hortikultura, yang lainnya malah tetap mengalami inflasi,” ujarnya. (Citta Maya/Balipost)