John de Santo. (BP/Istimewa)

Oleh John de Santo

Di era digital ini para murid sekolah kita kian terpapar berbagai bentuk teknologi yang dapat menimbulkan stres dan kecemasan berlebihan (Anxiety). Penggunaan gadget seperti smartphone yang menyediakan berbagai wahana media sosial, dan video games secara tak terbatas, telah mengubah cara siswa berinteraksi dengan teman-teman dan sekitarnya.

Perubahan ini mendatangkan akibat-akibat negatif terhadap kesehatan mental dan kinerja akademik mereka. Bagaimana kita
menyikapi fenomena ini. Harus kita akui bahwa, teknologi itu netral.
Ia muncul sebagai hasil inovasi manusia untuk memudahkan segala urusannya.

Sebagai contoh, dengan bantuan inovasi teknologi digital, roda
kehidupan manusia tetap bergulir selama masa lockdown akibat pandemi Covid-19. Teknologi digital membantu logistik, pola belajar, dan bekerja jarak jauh.

Meskipun demikian, berbagai kajian menunjukkan bahwa, ketergantungan yang berlebihan terhadap penggunaan teknologi digital itu, telah menimbulkan sejumlah akibat negatif berikut.
Pertama, gangguan digital kronis. Para siswa sekolah kita dewasa ini tak putus-putusnya diganggu oleh notifikasi dari berbagai aplikasi dan
platform.

Baca juga:  Revolusi Kendaraan Listrik

Kedua, gangguan tidur. Banyak siswa usia sekolah menggunakan gadget di malam hari. Untuk menghindari pantuan orangtua, mereka
bahkan menggunakannya dalam keadaan gelap dengan memadamkan lampu kamar.

Ketiga, FOMO (Fear Of Missing Out) sebuah istilah yang populer di kalangan generasi sekarang. Istilah ini menggambarkan perasaan takut terhadap ketinggalan isu yang sedang hangat dipergunjingkan di media sosial. Akibatnya, mereka merasa cemas jika tidak menjadi bagian dari peristiwa atau percakapan hangat yang sedang terjadi secara online.

Keempat, perbandingan sosial. Berbagai platform media sosial seperti Facebook, Instagram, X, dll., mendorong pemakainya untuk
membandingkan diri dengan orang lain berdasarkan ukuran jumlah “like” dan “followers”. Perbandingan semu ini, dapat menyebabkan
munculnya perasaan tidak pernah cukup bahkan rendah diri karena merasa diri kurang berhasil atau kurang terkenal dibandingkan dengan teman-temannya.

Kelima, merusak relasi. Karena siswa menghabiskan lebih banyak waktu dengan peralatan digital, maka mereka kurang dalam hal interaksi langsung dengan anggota keluarga, kerabat, dan
teman-teman.

Baca juga:  Pemimpin Wanita Bali di Era Digital

Keenam, merosotnya kinerja akademik. Stres kronis akibat penggunaan waktu layar yang berlebihan menghambat fungsi-fungsi kognitif yang esensial untuk keberhasilan akademik, seperti
kemampuan memecahkan masalah, rentang perhatian, dan kendali impuls.

Mengatasi Stres Digital

Mengatasi stres di abad digital ini tidaklah mudah. Dibutuhkan berbagai pendekatan untuk menentukan pilihan gaya hidup dan penggunaan teknologi. Akan tetapi menurut hemat penulis,
setidaknya terdapat 5 strategi yang bisa kita gunakan untuk menolong para siswa sekolah kita mengatasi stres digital.

Pertama, membatasi waktu layar. Membatasi jumlah waktu yang dipakai untuk peralatan digital itu penting. Banyak penelitian membuktikan bahwa membatasi waktu penggunaan media sosial setiap hari dan menghindari layar paling tidak satu jam sebelum tidur malam, dapat meningkatkan kesehatan mental (mental well-being).

Praktik ini membantu mengurangi paparan terhadap informasi yang terlalu banyak sekaligus meningkatkan kualitas tiur. Kedua, praktik mindfulness. Menjalankan praktik mindfulness, yakni memperhatian pikiran, perasaaan, dan berbagai sensasi fisik pada saat ini tanpa menilai atau menghakimi, misalnya melalui kegiatan yoga dan meditasi, justru membantu mengurangi tingkat stres. Selain itu, teknik ini juga mendorong relaksasi dan kesadaran diri di tengah kekacauan akibat konektivitas yang berlangsung secara konstan.

Baca juga:  Sisi Lain Hasil Kongres PSSI

Ketiga, kegiatan olahraga. Melakukan kegiatan olahraga rutin sangat penting bagi kesehatan mental dan fisik siswa. Kegiatan fisik
seperti berjalan kaki, joging, berenang, sepak bola, pimpong, dll., membantu melepaskan endorfin yang secara alamiah menghilangkan stres.

Sebuah keseimbangan hidup yang ideal dapat tercapai melalui olahraga, meskipun hanya 30 menit setiap hari.

Keempat, menjaga hubungan langsung. Meskipun komunikasi digital memudahkan dan nyaman untuk dipakai, penting kiranya untuk mengutamakan interaksi tatap muka langsung dengan para guru, sahabat, atau anggota keluarga.

Kelima, detoks digital. Memutuskan hubungan dengan semua peralatan digital secara periodik dalam rangka menjaga kesehatan mental.

Penulis, pendidik dan pengasuh Rumah Belajar Bhinneka

BAGIKAN