XIAMEN, BALIPOST.com – Jauh di mata tapi dekat di hati mungkin ungkapan yang tepat untuk menggambarkan perasaan para mahasiswa yang menuntut ilmu di negeri orang terhadap Indonesia. Jauh dari orang tua dan sanak keluarga serta sahabat. Pun harus beradaptasi dengan budaya dan kebiasaan negeri tempat mereka menuntut ilmu justru makin membuat mereka mencintai dan memahami kebudayaan Indonesia.
Setidaknya 312 mahasiswa Indonesia yang kini menempuh pendidikan di Huaqiao University merasakan hal itu. Huaqiao University yang merupakan salah satu universitas yang berlokasi di Kota Xiamen, Provinsi Fujian, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) membuat mahasiswa Indonesia betah belajar. Namun mereka tidak memungkiri jika mereka jadi lebih cinta Indonesia setelah berada di negeri orang.
Delapan mahasiswa, dua diantaranya dari Bali, menuturkannya saat wartawan Bali Post berkesempatan berkunjung ke kota itu atas undangan Konsulat RRT di Bali.
Mengenakan busana endek berwarna biru tua, A.A.A. Mega Triana Dewi datang bersama 8 rekannya yang lain. Saat memperkenalkan diri, Mega mengaku berasal dari Sukasada, Buleleng yang sejak 2015 lalu melanjutkan pendidikan di Huaqiao University.
“Saya dari tamat SMA langsung sekolah disini dengan beasiswa. Dulu saya dikirim lewat tempat les (bahasa Mandarin) di Singaraja,” ujar mahasiswa pendidikan bahasa Mandarin yang wajib menjadi guru bahasa Mandarin setelah tamat ini.
Satu lagi mahasiswa asal Bali di Huaqiao University bernama Ida Ayu Premasavitri. Namun Prema yang juga keturunan Tionghoa dari keluarga ibu sejak kecil tinggal di Jakarta. Menurutnya, kehidupan di Xiamen sangatlah menyenangkan dan yang terpenting menjadi jalan bagi dirinya untuk lebih mengenal Indonesia.
“Sewaktu di Indonesia ternyata saya kurang mengenal budaya Indonesia. Di sini saya diajar untuk lebih mengenal budaya Indonesia,” kata gadis yang mulai berkuliah di Huaqiao sejak 2014 itu.
Pelajaran berharga tentang rasa nasionalisme dan cinta tanah air dirasakan pula oleh rekannya yang lain. Ada Jasmine, Christin, dan Rudy dari Medan, Ricky Fernando Lusli dari Palembang, Meliana dari Surabaya, serta dua polisi muda yakni Bripka Akhmad Rifai Nurdin dari Kalimantan Timur dan Brigadir Riya Uwesh Khorney dari Jambi.
Kecintaan pada Indonesia diwujudkan dengan menggelar Festival Budaya Indonesia yang cukup megah beberapa waktu lalu.
“Di Indonesia, kalau nggak kuliah ya kerja. Kalau di sini kita bisa menggali potensi kita lebih dalam. Kita disini juga lebih cinta Indonesia karena di luar negeri, setidaknya kita harus bisa membanggakan Indonesia,” ujar Ricky.
Ada pula Jasmine dari Medan yang sempat ke Beijing mewakili Indonesia, bahkan Asia pada Desember 2017 lalu. Kala itu, Jasmine membacakan puisi dan mendapat sambutan positif di sana. “Isi puisi itu ada menyampaikan sekilas mengenai Indonesia dan kebudayaan-kebudayaannya,” katanya.
Brigadir Riya Uwesh Khorney yang bertugas di Polda Jambi dikirim ke Huaqiao oleh Mabes Polri karena berprestasi. Awalnya memang hanya ingin belajar bahasa Mandarin. Tapi dirinya tidak merasa cukup sampai di situ, melihat banyaknya permasalahan yang muncul dari warga Tiongkok di Indonesia.
Apalagi sekarang perekonomian Tiongkok sedang bagus dan banyak warganya yang berwisata ke tanah air, utamanya Bali.
“Kita tidak bisa berbahasa mereka dan mereka tidak bisa bahasa Inggris ataupun bahasa Indonesia. Dari sinilah mungkin pihak kepolisian ada kerjasama dengan negara Tiongkok untuk masalah bahasa agar kedepan kita bisa mengatasi masalah-masalah yang ada,” ujarnya.
Bagian Akademik dan Kemahasiswaan, Chen Tsung-Yuan mengatakan, mahasiswa Indonesia memang lebih banyak mengambil kuliah S-1 pendidikan bahasa Mandarin. Saat liburan musim panas, mereka wajib melakukan magang.
Seperti Januari lalu, mahasiswa dari Indonesia ada yang dikirim magang ke SMA Negeri 1 Singaraja. Mereka akan kembali magang di sekolah itu pada bulan Juli mendatang. Setelah lulus, mahasiswa akan memiliki sertifikat untuk menjadi guru/dosen.
Kampus ini juga memberikan kursus bahasa Mandarin bagi pejabat negara asing seperti pendidikan yang dijalani dua anggota kepolisian di Indonesia itu.
“Mahasiswa Indonesia yang belajar atau kuliah di sini sangat unggul dibanding mahasiswa asing dari negara lain. Beberapa waktu lalu mereka juga mengadakan Festival Budaya Indonesia dengan usaha sendiri dan berjalan sukses,” ungkapnya.
Direktur Penerangan Universitas Huaqiao, Li Hui mengatakan, universitas nasional yang didirikan pada 1960 ini awalnya ditujukan untuk perantau keturunan Tionghoa di luar RRT. Namun kini juga menerima mahasiswa dari mancanegara, termasuk Indonesia, sekalipun bukan keturunan Tionghoa.
Dua tahun lalu, di kampus ini juga telah dibentuk Pusat Studi Indonesia.
Anggota Pusat Studi Indonesia, Chen Congyuan mengatakan, riset yang dihasilkan memang masih sedikit menyangkut keturunan Tionghoa dan agama confucious di Indonesia. Saat ini tengah dikerjakan riset mengenai jalur sutra laut. Penelitian yang dilakukan juga mengandalkan para mahasiswa dari Indonesia. (Rindra Devita/balipost)