
JAKARTA, BALIPOST.com – Pemerintah diminta agar membentuk regulasi teknis untuk mencegah dan menangani kasus-kasus kekerasan jalanan terhadap anak, seperti perang sarung yang marak saat Ramadhan.
“Pemerintah pusat dan pemda harus merespons adanya darurat kekerasan jalanan terhadap anak, baik sebagai korban maupun sebagai pelaku, dengan membentuk regulasi teknis yang langsung menyasar pada tindakan pencegahan dan penanganan kasus,” kata Anggota KPAI Diyah Puspitarini saat dihubungi di Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Rabu (12/3).
Menurut dia, pemerintah harus memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pemberantasan kekerasan jalanan pada anak, dan menggerakkan peran Forum Anak yang ada di daerah sebagai Pelopor dan Pelapor (2P).
“Pemda agar melakukan upaya pencegahan kejahatan jalanan pada anak dengan meningkatkan edukasi melibatkan PKK, Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga), Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), Karang Taruna, organisasi masyarakat, dan organisasi komunitas,” kata Diyah Puspitarini.
Sementara di level desa, pos keamanan keliling (poskamling) dan pos ronda sampai di tingkat RT/RW diminta melakukan penjagaan terhadap anak dan keamanan masyarakat.
“Anak sebagai korban, saksi dan pelaku membutuhkan rehabilitasi yang memulihkan, baik fisik, sosial, maupun mental, dan membutuhkan dukungan dari pemerintah pusat dan pemda, serta seluruh masyarakat,” kata Diyah Puspitarini.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh KPAI, pada 2024 terdapat 264 kasus kekerasan fisik pada anak dan tiga anak meninggal dunia akibat perang sarung pada bulan Ramadhan.
Sementara pada 2023, KPAI mencatat terdapat lima anak meninggal dunia akibat perang sarung. (Kmb/Balipost)