Ogoh-ogoh Pawijilan Sang Watugangga karya STT Satria Budi Yowana, Kelan, Badung. (BP/Istimewa)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Proses pembawaan ogoh-ogoh terbaik dari tujuh zona menuju Puspem Badung menuai keluhan. Sebab, para yowana harus menghadapi berbagai tantangan, dari kemacetan, kabel listrik melintang, hingga dahan pepohonan saat proses membawa ogoh-ogoh dari lokasi mereka. Biaya untuk pemindahan ini pun cukup mahal, hingga puluhan juta rupiah.

Ketua Listibiya Kecamatan Kuta Selatan, Wayan Deddy Sumantra, menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi yang dihadapi para yowana dalam membawa ogoh-ogoh ke Puspem Badung. Ia menyoroti kemacetan yang parah serta keberadaan kabel dan pepohonan yang menghambat perjalanan. “Mereka rata-rata berangkat sejak malam dan baru tiba pagi di Puspem. Bahkan, ada yang sampai siang. Ini menjadi perjalanan yang sangat melelahkan bagi para yowana,” ujar Deddy Sumantra pada Kamis (13/3).

Semangat para yowana untuk berpartisipasi dalam parade di Puspem Badung sangat tinggi. Selain menguras tenaga, mereka juga harus mengeluarkan biaya besar, mencapai Rp50 juta untuk proses pengangkutan pulang-pergi.

Baca juga:  Klaster Pasar Tradisional Makin Meluas, Polri-TNI Laksanakan Ini 

Sayangnya, kondisi di lapangan membuat beberapa ogoh-ogoh mengalami kerusakan. Menurut Wayan Deddy, hal ini perlu menjadi perhatian untuk penyelenggaraan ke depan.

“Perlu persiapan matang, baik dari segi pengangkutan, pengawalan jalur, hingga kesiapan lokasi. Ogoh-ogoh yang menginap di Puspem harus mendapatkan tempat yang layak bagi para yowana,” harapnya.

Keluhan serupa juga disampaikan Bendesa Adat Pecatu, Made Sumerta. Ia menerima banyak laporan dari Yowana Pecatu mengenai perjalanan panjang dan melelahkan mereka ke Puspem Badung.

“Perjalanan ini memakan waktu 12 jam dengan berbagai kendala. Kalau diibaratkan naik pesawat, ini sudah sampai Jepang,” katanya.

Zona tujuh Kuta Selatan memang menghadapi tantangan berat. Kemacetan lalu lintas yang sering terjadi semakin diperparah dengan proses pengangkutan ogoh-ogoh yang tinggi dan rentan tersangkut kabel serta dahan pohon. Hal ini menyebabkan ogoh-ogoh milik Yowana Banjar Bualu mengalami kerusakan.

Baca juga:  Kebakaran di GOR Purna Krida Diduga Karena Korsleting

Selain itu, di lokasi acara, peserta juga mengeluhkan ketidaksiapan fasilitas, seperti ketiadaan rigging yang dijanjikan, sehingga menyulitkan pemindahan ogoh-ogoh.

Meski demikian, masyarakat tetap mengapresiasi maksud dari pelaksanaan pawai ogoh-ogoh di Puspem Badung. Mereka berharap adanya perbaikan dalam penyelenggaraan ke depan, terutama terkait kesiapan jalur, lokasi, dan fasilitas pendukung.

Made Sumerta menyarankan agar parade ogoh-ogoh dapat diselenggarakan di destinasi wisata sebagai daya tarik bagi wisatawan dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Kalau diadakan di lokasi wisata, akan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Jika tetap di Puspem, maka perlu dipersiapkan jalur yang lebih baik,” ujarnya.

Baca juga:  Tambahan Kasus Positif COVID-19 Nasional Capai 1.752 Orang, Ini 5 Besarnya

Ketua ST Dharma Pertiwi, Putu Bayu Dea Laksana, mengungkapkan kendala utama selama perjalanan adalah kabel listrik melintang dan pepohonan yang rimbun. Akibatnya, dari pukul 23.00 WITA baru tiba di Puspem Badung pukul 11.30 WITA.

“Bahkan, di sekitar Puspem pun masih banyak hambatan yang belum dirapikan, sehingga kami kesulitan membawa ogoh-ogoh menggunakan mobil towing,” katanya.

Sekaa Teruna (ST) Dharma Pertiwi dari Banjar Kauh, Desa Adat Pecatu, mengangkat tema Kala Lipyakara dalam ogoh-ogoh mereka. Proses pembuatan ogoh-ogoh ini telah dimulai sejak akhir November hingga Maret. Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, masyarakat berharap ada solusi konkret untuk meningkatkan kenyamanan dan keamanan dalam pelaksanaan lomba ogoh-ogoh di masa mendatang. (Parwata/balipost)

BAGIKAN