
Oleh Ketut Chandra Adinata Kusuma
Salah satu instrumen yang digunakan dalam mengukur pembangunan keolahragaan secara nasional disebut dengan Indeks Pembangunan Olahraga (IPO) atau Sport Development Index (SDI). IPO menjadi barometer keberhasilan pembangunan keolahragaan nasional dan sebagai dasar pengambilan kebijakan oleh pemerintah dalam
upaya peningkatan kualitas bangsa Indonesia.
Komponen IPO terdiri dari sumber daya manusia olahraga, ruang terbuka, literasi fisik, kebugaran, perkembangan personal, kesehatan, ekonomi, performa, dan partisipasi. Apabila kita tarik data ke belakang, yakni tahun 2021 hingga 2023, skor IPO Indonesia terus mengalami penurunan. Mulai dari skor 0,408 di tahun 2021, lalu 0,376 di tahun 2022, dan 0,327 pada tahun 2023.
Laporan terkini dari Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, melalui Deputi Bidang Pembudayaan Olahraga, skor IPO tahun 2024 naik sedikit ke angka 0,334. Peningkatan terjadi pada dimensi literasi fisik, ruang terbuka, partisipasi, kebugaran jasmani, perkembangan personal, dan kesehatan.
Walaupun peningkatannya tidak signifikan, namun hal ini patut
disyukuri mengingat selama dua tahun terakhir skor IPO terus merosot turun. Secara linier, peningkatan angka partisipasi masyarakat dalam berolahraga diikuti dengan peningkatan kebugaran jasmani. Indeks kebugaran jasmani masyarakat tahun 2024 meningkat 0,196 poin dibandingkan data tahun 2023. Walaupun indeks kebugaran jasmani masyarakat dikatakan meningkat, namun data menunjukkan masyarakat yang masuk pada kategori “kurang
sekali” masih sangat besar yakni mencapai 55,5% atau setara dengan 114 juta orang Indonesia.
Sedangkan masyarakat dengan kategori kebugaran “baik ke atas” hanya 6,3% atau setara 12,9 juta orang Indonesia. Mereka yang memiliki tingkat kebugaran jasmani “kurang sekali” sangat rentan terhadap penyakit. Variabel inilah yang menjadi salah satu alasan tingkat kesakitan orang Indonesia masih tinggi, terutama pada penyakit degeneratif seperti jantung, hipertensi, diabetes tipe 2 dan stroke. Implikasinya adalah klaim BPJS saat ini terbanyak pada beberapa penyakit dimaksud.
Mengingat kembali data yang disampaikan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tentang prevalensi anak Indonesia yang menderita diabetes terus mengalami peningkatan mencapai 70 kali lipat pada Januari tahun 2023 dibandingkan tahun 2010. Hampir 60% penderitanya adalah perempuan, dan jika dilihat berdasarkan usia, 46% berusia 10-14 tahun, 31% berusia 14 tahun ke atas.
Faktor dominan penyebab peningkatan prevalensi penderita diabetes pada anak dan remaja adalah gaya hidup yang tidak aktif, pola makan yang sembarangan, dan pola istirahat yang tidak teratur.
Ada beberapa asumsi yang menyebabkan mulai naiknya tingkat partisipasi, dan literasi fisik masyarakat Indonesia. Pertama, sebagai konten untuk diposting pada sosial media untuk dilihat oleh banyak orang setiap waktunya.
Kedua, influencer kesehatan dan kebugaran yang terus mengedukasi pada media digital yang mudah “dicerna” oleh semua kalangan. Ketiga, fungsi dan peran olahraga pendidikan, di mana orangtua dan guru (PJOK) di sekolah menjalankan perannya sebagai role model dalam active life style dengan baik. Keempat, semakin mudahnya
masyarakat menjangkau ruang-ruang terbuka atau fasilitas olahraga (kebugaran). Kelima, rutinitas terhadap penyelenggaraan even-even
olahraga baik oleh pemerintah ataupun pihak swasta. Terakhir, semakin maraknya klub olahraga atau komunitas olahraga dari segala strata usia yang mampu memfasilitasi minat dan bakat setiap orang.
Iklim seperti ini hendaknya tetap dijaga dan bahkan ditingkatkan oleh semua pihak, mulai dari tiap orang, pemerintah, dan swasta. Menjadi bugar melalui aktivitas fisik (olahraga) tidak begitu sulit dilakukan. Lakukan secara konsisten dan sukarela kegiatan olah mulut (makan), olah badan (olahraga), dan olah nafas (pikiran). Mulai membiasakan makan dengan cara mengontrol karbohidrat, prioritaskan protein, dan bijaksana memilih lemak, serta penuhi asupan air.
Bagi yang memulai untuk olahraga, lakukan olahraga penguatan otot jantung (jalan, sepeda, renang, lari, sepakbola, voli, dan permainan lainnya) dan pengencangan otot rangka (push-up, sit-up, wall sit, squat, lunges, elbow plank) secara konsisten dengan total waktu 150 menit dalam seminggu.
Penting untuk senantiasa mengatur ritme napas tetap rileks dan panjang, melalui ibadah dan istirahat 7-8 jam. Pihak pemerintah dan swasta, serius untuk menambah dan menaikkan kualitas fasilitas olahraga yang ramah anak hingga lansia maupun disabilitas. Fasilitas yang aman dan nyaman senantiasa “diburu” oleh masyarakat yang sudah mulai paham akan arti sehat.
Even-even olahraga seperti fun walk, fun run, aerobik party, fun bike, maupun olahraga yang sifatnya kompetitif serius untuk digarap.
Penulis, Dosen Prodi Pendidikan Kepelatihan Olahraga Undiksha