Suasana salah satu pemukiman yang padat penduduknya di Denpasar. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Mobilitas penduduk masuk (migrasi masuk) di daerah Bali Selatan, khususnya Denpasar, Badung, dan Gianyar, cukup tinggi. Sementara daya dukung Bali tidak cukup memadai. Pengawasan melalui Sistem Informasi Administrasi kependudukan (SIAK) terbukti tidak efektif. Diperlukan strategi penataan penduduk agar Bali tidak mengalami malapetaka kependudukan. Hal tersebut disampaikan Ketua Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI) Cabang Bali Dr. I Gusti Wayan Murjana Yasa, S.E., M.Si., di Denpasar Kamis (13/2).

Menurut Murjana, ketika jumlah penduduk di suatu wilayah melebihi kemampuan daya tampung dan daya dukung wilayah, maka malapetaka kependudukan akan terjadi. Seperti lambannya transformasi ekonomi dari informal ke formal dan munculnya pemukiman padat serta kumuh. Selain itu, tingginya angka kriminalitas, persaingan ekonomi hingga terganggunya ketertiban adalah wujud dari malapetaka kependudukan.

“Itulah sebabnya mengapa suatu daerah penting memiliki strategi penataan dan pengarahan mobilitas penduduk untuk mendukung pembangunan berkelanjutan,” tandasnya.

Sesuai Permendagri 74 Tahun Tahun 2022 tentang pendataan penduduk nonpermanen, diwajibkan melaporkan diri untuk diinput datanya di Aplikasi SIAK. Namun, lanjut Murjana, ada dugaan lebih dari 60 persen penduduk nonpermanen khususnya di daerah perkotaan tidak mendaftarkan diri sebagai penduduk nonpermanen.

Penduduk Nonpermanen adalah penduduk Warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di luar alamat domisili sebagaimana tertera pada kartu tanda penduduk elektronik, kartu keluarga, surat keterangan tempat tinggal yang dimilikinya paling lama 1 tahun dan tidak bertujuan untuk menetap.

Baca juga:  Tiba Sore Ini, Presiden Jokowi Kunker ke Bali

Pada Permendagri tersebut juga diatur, penduduk Non Permanen melakukan pendaftaran dengan kegiatan melaporkan, mengisi, dan menandatangani formulir penduduk nonpermanen untuk dilakukan pencatatan dan pendataan oleh petugas Disdukcapil Kabupaten/Kota atau UPT Disdukcapil Kabupaten/Kota.

Saat ini dalam upaya mendekatkan akses pelayanan termasuk pendaftaran penduduk Non Permanen, seperti di Kota Denpasar, pendaftaran dapat dilayani melalui petugas kependudukan di Desa dan Kelurahan dengan melengkapi Form F.1-15. Petugas kependudukan di Desa dan Kelurahan dapat membantu input data di Aplikasi SIAK (Sistem Informasi Administrasi Kependudukan). Data dikelola di Depdagri, kemudian disampaikan setiap semester dalam bentuk Data Konsolidasi Bersih ke Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Sesuai Permendagri 74 Tahun 2022, pesannya adalah pendaftaran penduduk Non Permanen menganut konsep atau pendekatan stalsel aktif. Artinya, penduduk Non Permanen melakukan pendaftaran penduduk Non Permanen di wilayah di mana mereka tinggal dengan tujuan tidak menetap (khususnya di luar domisili sesuai KTP Elektronik).

Namun ada dugaan lebih dari 60 persen penduduk Non Permanen khususnya di daerah perkotaan tidak mendaftarkan diri sebagai penduduk Non Permanen. “Artinya pendaftaran penduduk Non Permanen melalui Aplikasi SIAK selama ini diduga tidak efektif yang disebabkan bukan karena aplikasi SIAKnya, tetapi karena kurangnya kesadaran penduduk Non Permanen mendaftarkan diri dengan mengisi Form F.1-15 sesuai Permendagri 74 Tahun 2022. Bisa disebabkan karena tidak tahu, tidak mengerti, dan atau merasa tidak perlu,” tandasnya.

Baca juga:  Pascadiizinkannya Pengecer Jual Lagi Gas Melon, Stok Masih Kosong di Bali

Kepemilikan dokumen kependudukan merupakan bagian penting untuk kesejahteraan penduduk. Oleh karena itu, tertibnya pendataan penduduk di suatu wilayah sangat menentukan keberhasilan pembangunan di wilayah yang bersangkutan, baik itu penduduk Permanen maupun Non Permanen.

Bagi Pemerintah daerah ketersediaan data kependudukan yang baik, menjadi dasar perencanaan, implementasi, dan monitoring evaluasi pembangunan yang baik. Memang Satu Data Kependudukan masih perlu diliruskan karena adanya perbedaan konsep penduduk antara Badan Pusat Statistik dan Depdagri. Tetapi dengan pendataan yang baik dampak dari perbedaan konsep penduduk tersebut bisa diminimalkan ketika data Penduduk Permanen dan Non Permanen tersedia dengan baik.

Penduduk Non Permanen merasa berkepentingan terhadap pendaftaran Penduduk Non Permanen ketika mereka memerlukan dokumen tertentu. Ketika penduduk Non Permanen melakukan pendaftaran, petugas Desa/Kelurahan telah menembuskan lewat email bahwa mereka telah terdaftar di SIAK sebagai penduduk Non Permanen. “Namun demikian ada dugaan, sebagian besar penduduk Non Permanen tidak mendaftar lewat SIAK dengan mengisi Formulir F.1-15 karena tidak tahu, tidak ada yang memberi tahu, dan sebagian lainnya tidak mau tahu. Artinya pendaftaran penduduk Non Permanen sesuai Permendagri 74 tahun 2022, belum efektif,” tegasnya.

Baca juga:  Jokowi Batal Hadiri "Groundbreaking," Menteri PUPR Minta Pembangunan Tol Jagat Kerthi Dipercepat

Meningkatnya kriminalitas, terganggunya ketertiban umum yang terjadi belakangan diantaranya disebabkan kurang validnya pendataan penduduk, khususnya penduduk non permanen. Ketersediaan data yang valid memungkinkan pemerintah bersama masyarakat bergerak bersama Menuju arah pembangunan yang diinginkan bersama, menjadikan penduduk sebagai subyek dan obyek pembangunan sangat dimungkinkan untuk dapat dilakukan.

Sementara Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Denpasar Dewa Gde Juli Artabrata mengatakan, pengawasan terhadap penduduk non permanen diakui pihaknya hanya melakukan pengawasan lewat pencatatan laporan dari penduduk itu sendiri. Padahal Denpasar merupakan wilayah dengan jumlah penduduk non permanen terbesar kedua setelah Badung. Jumlah penduduk non permanen di Denpasar 2024 yaitu 41.839 orang atau 33,09 persen dari total duktang di Bali. Jumlah ini merupakan tertinggi kedua setelah Badung. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN