
HOKKAIDO, BALIPOST.com – Jika di Indonesia, masyarakat biasanya jarang menghadiri sidang DPR maupun DPRD. Hanya awak media tampak hadir untuk meliput sidang dan kemudian memberitakan hasilnya kepada publik. Namun, hal berbeda ditemui saat mengunjungi gedung Parlemen Hokkaido di Jepang.
Gedung tersebut justru mengakomodasi dan sangat menghargai partisipasi masyarakat yang hendak menyaksikan sidang dengan menyediakan deretan tempat duduk khusus.
Jepang memang dipimpin kaisar tetapi kaisar sekadar berfungsi sebagai lambang negara dan kesatuan bangsa. Jadi secara pemerintahan, Jepang tidak ubahnya seperti negara demokrasi lainnya yang memiliki sistem parlementer, di mana rakyat memilih wakilnya untuk menentukan arah kebijakan suatu daerah maupun negara.
Beberapa waktu lalu peserta program jenesys 2024 berkesempatan mengunjungi gedung parlemen Hokkaido di kota Sapporo, Jepang. Dalam kesempatan tersebut, Yoshida Norihito selaku Kepala Pengawas Sekretariat Parlemen Hokkaido menjelaskan hal-hal menarik seputar arsitektur ruang sidang parlemen Hokkaido.
Menurut penjelasannya, bentuk ruangan sidang menyerupai tapal kuda, yang disebutnya menjadi satu-satunya di seluruh Jepang. Melalui penerjemah, Yoshida mengatakan lebih lanjut pemilihan warna di dalam ruangan sidang ternyata menyimpan filosofi tersendiri, yakni citra Hokkaido di musim panas. Karpet berwarna hijau menutupi lantai yang melambangkan rumput.
Sementara, kursinya berwarna coklat yang melambangkan tanah. Ruangan sidang menyediakan deretan kursi khusus berwarna lavender bagi masyarakat yang hendak menyaksikan langsung jalannya sidang. Warna lavender dipilih karena Hokkaido terkenal dengan bunga lavender.
Penyediaan deretan kursi khusus bagi masyarakat ini mengindikasikan masyarakat bisa mengawasi langsung kinerja anggota parlemen yang mereka pilih. Masyarakat yang menyaksikan sidang juga harus serius mengamati jalannya sidang, karena ruangan itu dirancang sedemikian rupa sehingga pembicaraan bisa didengar semua orang di ruangan.
Bukan hanya itu, tersedia pula ruangan khusus yang kedap suara bagi orang tua yang membawa anak kecil, sehingga kehadiran mereka tidak mengganggu jalannya. Langit-langit di ruangan sidang terlihat tidak rata yang melambangkan masyarakat hokkaido memiliki pandangan berbeda-beda.
Di atas mimbar, terdapat lambang Hokkaido yang merepresentasikan rasi tujuh bintang di langit utara dan kristal salju. Dipaparkan juga gedung Parlemen Hokkaido menggunakan material kayu dari tambang kayu tamonoki yang dimiliki Hokkaido. Tujuannya adalah menekan biaya pembangunan karena menggunakan anggaran internal provinsi.
Menurut Yoshida masyarakat dipastikan bereaksi negatif bila anggaran pembangunan gedung parlemen terlalu besar. Hal ini menunjukkan parlemen Hokkaido tidak hanya menyerap aspirasi masyarakat tetapi juga merealisasikannya. Gedung parlemen Hokkaido ini juga menjadi representasi rumah rakyat karena beberapa bagian gedung parlemen terbuka bagi masyarakat yang sekadar ingin menikmati makan siang maupun bersantai sejenak di tengah kesibukan.
Parlemen Hokkaido didirikan pada tahun 1901. Di masa awal, parlemen Hokkaido beranggotakan 35 orang dan mereka mewakili satu juta penduduk. Tahun 2025 ini, jumlah anggota Parlemen Hokkaido mencapai seratus orang yang terdiri dari enam fraksi. Mereka bersidang empat kali dalam setahun.
Anggaran yang dialokasikan untuk parlemen Hokkaido sebesar 3 triliun yen atau sekitar lebih dari tiga ratus triliun rupiah. Meski demikian, anggaran tersebut tidak digunakan untuk menyediakan kendaraan maupun rumah dinas. para anggota parlemen hanya menerima gaji bulanan yang bisa mereka gunakan untuk membeli mobil maupun rumah sendiri.
Besarnya partisipasi masyarakat yang dalam hal ini adala para pemilik hak pilih dalam menentukan arah kebijakan pembangunan daerah, dan tidak berlebihannya tunjangan dan gaji bagi anggota dewan menjadi sebagian dari banyak hal yang tampaknya perlu diteladani wakil rakyat dan para pemilih di tanah air Indonesia agar Indonesia mampu mewujudkan visinya, Indonesia Emas 2045. (Purnawan/balitv)