
DENPASAR, BALIPOST.com – Tata kelola yang semrawut mengakibatkan Bali mengalami oversupply, dimana terlalu banyak akomodasi tersedia. Itulah sebabnya, kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali tahun 2024 yang mencapai 6,3 juta orang lebih, kontribusinya pada pertumbuhan ekonomi Bali tidak signifikan. Pariwisata Bali kini makin rusak.
Demikian disampaikan Guru Besar Pariwisata Unud, Prof. Dr. I Putu Anom, B.Sc., M.Par, dan Pengamat Pariwisata, Dr. Panudiana Khun saat diwawancarai terpisah, Jumat (14/3). Prof. Anom mengatakan, Bali mengalami over suplay produksi, dimana masifnya pembangunan kamar hotel, restoran dan termasuk desa wisata. Hal ini menimbulkan persaingan di sektor tersebut yang berujung pada penurunan harga.
Selain itu, persaingan di biro perjalanan menurutnya juga sangat ketat. Terlebih banyak wisatawan yang saat ini beralih melakukan pemesanan lewat online (daring). “Ini kasus-kasus yang harus dicermati. Dan ada wisatawan yang lama tinggal di Bali terus meng-handle teman-temannya. Itu harus dilarang, pemerintah harus tegas. Wisatawan yang visa berwisata ga boleh berbisnis,” ungkapnya.
Sementara, Panudiana Khun menyoroti soal kesemrawutan akibat lemahnya penegakan hukum dan aturan, terutama soal investasi pariwisata. “Ada hotel, beach club dan akomodasi wisata lainnya yang tidak memiliki izin lengkap tetapi beroperasi. Kenapa sampai dibiarkan oleh pemerintah?” katanya.
Bahkan ada kasus, lanjut Panudiana, akomodasi wisata di Ubud yang telah beroperasi cukup lama, pemiliknya ditangkap pihak polisi dengan dugaan pidana pelanggaran tata guna lahan. “Ini akan menjadi preseden buruk bagi calon investor asing di luar negeri. Sangat terlihat tidak ada kepastian hukum,” tegasnya.
Anom mengatakan kemacetan yang terjadi saat ini hampir di sebagian besar kawasan destinasi wisata di Bali membuat wisatawan jenuh. Menurutnya hal ini harus segera diatasi, pemerintah bisa dengan segera menyelesaikan pembangunan infrastruktur baik itu short cut ataupun underpass untuk mengurai kemacetan.
Pengamat Pariwisata, Dr. Panudiana Khun, menyebutkan masalah kemacetan mesti segera diatasi. Kesemrawutan sistem transportasi lainnya soal angkutan online dan konvensional yang terus berkonflik. Ini perlu juga segera disikapi karena berpotensi merusak citra pariwisata karena terjadi rebutan penumpang.
Selanjutnya Panudiana Khun menyoroti kembali soal masalah sampah yang tidak kunjung tuntas. Pemerintah daerah dituntut segera mencarai jalan keluar karena jelas hal ini akan memperburuk citra Bali.
Di sisi lain, Prof. Anom menilai efisiensi yang ditekankan pemerintah saat ini juga mempengaruhi daya beli di sektor pariwisata.
Berkurangnya aktivitas perjalanan dinas hingga MICE memberi pengaruh terhadap sektor pariwisata di Bali. Terlebih ada puluhan triliun anggaran yang harus diefisienkan untuk itu. “Jelas itu berpengaruh terhadap pariwisata. MICE termasuk kunjungan dikurangi jelas penginapan batal, tranportasi dan lain-lain turut berpengaruh. Itu menurunkan daya beli,” terangnya.
Menurutnya turunnya daya beli ini tentu akan berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Terutama untuk Pajak Hotel dan Restoran (PHR). Demikian pihaknya mendorong agar pemerintah daerah bisa cepat menyelesaikan persoalan infrastruktur termasuk menertibkan akomodasi pariwisata. Seperti halnya villa hingga homestay yang banyak belum memiliki izin sehingga potensi pajak pun hilang.
Demikian untuk saat ini kata Prof. Anom juga tengah low season. Baik untuk wisatawan mancanegara ataupun Nusantara. Ia berharap semoga pada liburan panjang Idul Fitri nanti bisa mendongkrak kunjungan ke Bali. (Widiastuti/Nyoman Winata/balipost)