
Oleh Sahadewa
Sekitar filsafat dapat ditemukan adanya hubungan secara langsung antara tanah keberadaan dari pertanian dengan kenyataan organik. Inilah yang keluar dari kecerdasan dalam pengertian bahwa non-artificial yang justru tercipta. Pada kesempatan ini dapat ditelusuri kembali jika pertanian bukan hanya persoalan pangan.
Namun, merupakan kehormatan yang terabaikan dalam kemuliaan dalam menunjukkan betapa potensi itu dipendam bukan terpendam. Interaksi dengan bumi terutama tanah semakin diperlukan keberanian dalam menyingkapnya sehingga tertanam kecerdasan yang mengerti makna bumi yang seterusnya memberikan intuisi atas kecerdasan rasional yang selalu teringat kepada kenyataan empiris.
Hidup adalah kedudukan yang menentukan agar manusia mampu memberikan hasil dari buah pikirnya agar tidak mengganggu ekosistem. Keaslian ekonomi dapat dirunut dari sistem Bertani. Bertani adalah berkehidupan karena didalamnya sarat dengan pengetahuan tentang bekerja. Disanalah terpetik suatu pekerjaan yang penuh dengan yadnya. Meyadnya mesti dipandang benar bila betul-betul tulus. Inilah akar permasalahan yang sering dikelabui dalam perihal keupacaraan sehingga nilai keluhuran budaya termanipulasikan oleh uang ataupun harta benda.
Untuk itulah dalam tulisan ini meletakkan bagaimana pertanian mampu untuk diejawantahkan ke dalam konstelasi kehidupan yang komplit jika berdaya guna. Berdaya guna berarti mampu dijadikan sebagai faktor penggerak dalam budaya. Budaya berarti keseluruhan dalam kehidupan nilai. Inilah yang penting dari tulisan ini. Tulisan ini fokus kepada kenyataan jika pertanian non artificial organik dijadikan untuk memperoleh sumber nilai tertentu.
Kekuatan organik yang non tumbuhan dalam pengertian non artificial perlu diungkap. Karena, inilah vital bagi kesuburan. Kesuburan tanah. Seterusnya tanah mesti dijadikan sebagai bentuk yang nyata ada bagi keluhuran nilai budaya. Nilai budaya bertani tidak dibeda-bedakan dengan nilai budaya berdagang ataupun bisnis. Inilah poin penting agar cash flow dalam bidang pertanian tidak mandeg. Ini berarti berdagang ataupun berbisnis adalah sebuah perputaran uang namun bertani pun juga tidak terlepas dari perputaran uang itu jika memang bertani digerakkan dengan dasar. Yaitu dasar keluhuran budi yang disadarkan bahwa manusia tidak dapat hidup tanpa tani ataupun dapat hidup tanpa bertani namun tani itu adalah tanah.
Keluhuran nilai budaya bukan dalam kapasita manusia yang tidak terdidik melainkan justru yang terdidiklah yang sering memanipulasi nilai budaya untuk kepentingan pribadinya, keluarganya ataupun kelompoknya dan inilah cikal bakal kehancuran yang mesti dicegah untuk direformasi kembali ke akar budaya untuk semua. Semua berarti benar-benar egalitarian. Egalitarian tidak berarti harus egalitarianism.
Kelompok tani ataupun kelompok bertani maupun pertanian, tidak dapat ada tanpa pergulatan dengan tanah dan air. Inilah dasar agar kemasyarakatan disadarkan secara kefilsafatan pertanian agar tidak terjerembab pada evaluasi yang keliru tentang pertanian itu secara berkemandirian. Kemandirian bukan berarti sendiri. Inilah poin penting lain agar tidak menunjukkan kemandirian pertanian adalah non organik melainkan kemandirian pertanian adalah non-artificial organik.
Bila dirunut secara filosofis ke arah bidang ekonomi maka pertanian mesti mampu untuk dijadikan akar ekonomi namun tidak melupakan bisnis. Seterusnya petani bukan objek lagi. Untuk itu koperasi mesti dimodernisasi ke arah pemikiran sistem. Seterusnya sistem perkoperasian adalah kenyataan yang nyata ada bukan sebatas yang penting ada nyata. Itupun tidak patut dan layak untuk digembar-gemborkan melainkan mesti selalu dalam pembuktian.
Pembuktian atas bisnis ataupun perdagangan mesti perlu dievaluasi sejauh manakah sebetulnya pertanian itu berpangkal, sehingga ujungnya diketahui. Inilah kesalahan yang mestinya diperbaiki sehingga tata kota ataupun wilayah tidak meminggirkan tani melainkan mendudukkan letak tani dan pertanian agar tidak terjerembab dalam kesalahan fatal.
Oleh karena itu, tidak mungkin pertanian non artificial organik dapat berkembang jika naluri untuk berbisnis tidak dikembangkan. Berbisnis mesti dijadikan sebagai dasar untuk melayani bukan seenaknya. Oleh karena itu jasa dalam berbisnis adalah pertanian dengan dasar non artificial organik yang berkemampuan agar masyarakat dikembangkan secara natural. Perkembangan masyarakat mesti tidak mendukung adanya pemiskinan ketika itu terjadi secepatnya pergerakan rakyat semesta anti kemiskinan digerakkan. Ini berarti organik adalah bentuk kesadaran. Seterusnyan bentuk kesadaran itu meninggalkan pembebasan agar kelak masyarakat terbebaskan dari belenggu kepalsuan. Kepalsuan dari ekonomi tanpa gerak yang nyata namun sebatas fanatisme buta.
Penulis, Dosen Fakultas Filsafat UGM