
DENPASAR, BALIPOST.com – Pada saat perayaan Hari Suci Nyepi, umat Hindu di Bali melaksanakan catur brata penyepian. Namun, pelanggaran-pelanggaran dalam penerapan catur brata penyepian ini selalu terjadi.
Hal ini diakui oleh Bandesa Agung Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet. Dikatakan, perayaan hari besar keagamaan tidak pernah sepenuhnya terbebas dari gangguan bahkan pelanggaran.
Begitu juga pada saat perayaan Hari Suci Nyepi dengan catur brata penyepiannya. Apalagi, Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1947 Tahun 2025 ini bertepatan dengan Bulan Ramadan 1447 H.
“Tidak mungkin akan terjadi perayaan hari raya apapun akan selalu baik, tanpa ada gangguan-gangguan kecil. Dari dulu setiap tahun pasti selalu ada,” ungkap Agung Putra Sukahet seusai acara Gelar Agung Pacalang Bali 2025, di Renon, belum lama ini.
Meski demikian, ia menekankan pentingnya pendekatan persuasif dalam menangani pelanggaran saat Hari Raya Nyepi, terutama jika tidak ada unsur kesengajaan. Sepanjang gangguan tersebut tidak ada niat merusak Hari Raya Nyepi.
Ketua FKUB Provinsi Bali ini mengajak masyarakat untuk menjaga semangat kekeluargaan dan toleransi dalam menghadapi berbagai permasalahan yang mungkin timbul pada saat Hari Suci Nyepi. “Kita semua paham bagaimana Nyepi di Bali. Mari kita jaga kebersamaan. Masalah seperti yang pernah terjadi, misalnya di Sumberklampok, tidak kita harapkan terjadi lagi. Namun, jika ada permasalahan, baik besar maupun kecil, mari kita selesaikan dengan cara yang humanis,” pesannya.
Menurutnya, jika suatu pelanggaran hanya merupakan kesalahpahaman, maka penyelesaiannya cukup melalui pembinaan. Namun, untuk kasus yang menyangkut ketertiban umum atau memiliki unsur pidana, maka aparat keamanan akan menangani sesuai prosedur. “Yang penting, pelanggar bukan tergolong penjahat atau teroris. Jika itu terjadi, tentu negara harus bertindak. Tapi kalau hanya kesalahpahaman, kita selesaikan secara baik-baik dan saling memaafkan,” tandasnya.
Putra Sukahet menegaskan tidak ada sanksi khusus bagi pelanggar Hari Suci Nyepi yang tidak melakukan tindakan kriminal. Ia meminta pacalang Bali bertindak dengan cara yang santun dan menghindari tindakan represif di masing-masing wewidangannya. “Pacalang harus selesaikan dengan cara humanis. Tidak boleh arogan atau sombong. Dengan begitu, kita bisa saling menghormati dan menjaga ketertiban bersama,” pesannya.
Terkait pengamanan, pihaknya memastikan penjagaan di lokasi-lokasi vital akan tetap dilakukan. Pacalang sebagai pengamanan tradisional adat akan terus bersiaga untuk memastikan kelancaran perayaan Nyepi di masing-masing desa adat.
Selain itu, Sukahet mengajak Umat Islam dapat menjalankan sholat tarawih yang bertepatan dengan Hari Raya Nyepi. Namun, harus mentaati aturan yang telah disepakati bersama.
Di antaranya, melakukan sholat tarawih di masjid terdekat dengan berjalan kaki atau di rumah masing-masing, tidak menggunakan pengeras suara, serta membatasi penggunaan lampu penerangan. Dengan demikian, pelaksanaan kedua Catur Brata Penyepian serta Sholat Tarawih bisa berjalan dengan aman, tertib, dan rukun.
Jika ada masalah ditemukan pada saat perayaan Nyepi dan Sholat Tarawih, pihaknya mengimbau agar diselesaikan dengan humanis, paras-paros, musyawarah kekeluargaan, dan selesaikan dengan semangat kekeluargaan dan kerukunan demi Bali dan NKRI tercinta. (Ketut Winata/balipost)