Suasana Nyepi Adat di Desa Geriana Kangin. (BP/Istimewa)

AMLAPURA, BALIPOST.com – Setiap desa adat di Bali terkadang memiliki tradisi yang telah turun temurun dilaksanakan oleh krama desa adat setempat. Masing-masing tradisi yang ada biasanya berbeda di setiap desa adat.

Kondisi itu juga terjadi di Desa Adat Geriana Kangin, Kecamatan Selat, Karangasem. Salah satu tradisi di desa adat ini yang hingga kini masih terjaga, yakni nyepi adat.

Krama Desa Adat Geriana Kangin, Desa Duda Utara, Kecamatan Selat, Karangasem menggelar Brata penyepian, pada Jumat (4/4).

Tidak aktivitas warga yang terlihat, seluruh toko dan warung yang ada diwilayah Desa Adat tersebut tutup. Hanya beberapa orang pecalang bersama anggota kepolisian yang terlihat berjaga diperbatasan desa, selebihnya tampak lengang.

Baca juga:  Desa Adat Serongga Gelar Ngaben Massal

Brata penyepian ini digelar karena krama warga di Desa Adat Geriana Kangin sedang melaksanakan brata penyepian yang merupakan rangkaian dari upacara Karya Tawur Agung Tabuh Gentuh Padudusan Agung, Suda Bumi, Yama Raja yang telah dilangsungkan pada Kamis (4/4) di Pura Puseh setempat.

Bendesa Adat Geriana Kangin, Jro Mangku Sudharma Yasa mengungkapkan, Nyepi Adat berlangsung selama 12 jam dimulai pagi ini sekitar pukul 00.01 dan berakhir pada pukul 12.00 WITA.

Baca juga:  Buntut Penutupan Pelabuhan Padangbai, Antrean Truk Terjadi di By Pass IB Mantra

Pelaksanaan nyepi adat ini hampir sama dengan Nyepi pada umumnya. Seluruh krama dilarang keluar rumah dan melaksanakan brata penyepian, hanya saja yang berbeda hanya waktu pelaksanaannya lebih singkat.

“Selama nyepi berlangsung, selain menjalankan brata penyepian krama adat juga tidak diperkenankan untuk menerima tamu. Untuk warga luar desa adat tetap bisa melintas namun tidak boleh berhenti atau menyalakan klakson,” ujar Sudharma.

Sudharma mengatakan, Karya Tawur Agung Tabuh Gentuh Padudusan Agung, Suda Bumi, Yama Raja ini dilaksanakan oleh Desa Adat Geriana Kangin setiap kurun waktu 10 tahun sekali. Upacara ini termasuk kedalam Bhuta Yadnya yang bertujuan untuk jagat kertih atau mensucikan alam semesta.

Baca juga:  Subak Gede Buahan Gelar Ritual Nyelung Setiap Sepuluh Tahun

Dalam pelaksanaannya, karya Tawur Agung Tabuh Gentuh ini dipusatkan pada areal jaba tengah Pura Puseh atau perempatan. Ada 9 sulinggih yang muput seluruh rangkaian karya tersebut.

Untuk upacara yang dihaturkan terdapat 9 jenis caru dengan sarana utama adalah hewan kerbau. “Untuk persiapan sudah kami lakukan sejak dua bulan lalu bersama krama. Karya ini erat kaitannya dengan keseimbangan alam dan rutin kami laksanakan setiap 10 tahun sekali,” katanya. (Eka Parananda/balipost)

BAGIKAN