
DENPASAR, BALIPOST.com – Dalam rangka memperingati hari jadinya ke-16, komunitas Malu Dong menggelar serangkaian kegiatan bertema “Nyampaht Bali” di Gedung Dharma Negara Alaya, Kota Denpasar, Kamis (17/4).
Tema ini mengajak masyarakat Bali untuk menciptakan budaya baru dalam mengelola sampah, bukan sekadar membuang, melainkan menyampah (menghasilkan sampah) dengan sadar dan bertanggung jawab.
“‘Nyampaht Bali’ adalah simbol perlawanan terhadap kebiasaan membuang sampah sembarangan, sekaligus bentuk penghormatan terhadap alam dan budaya Bali,”
Ketua Panitia HUT Malu Dong3, Guntur, menjelaskan bahwa perayaan HUT ini tak hanya berbentuk seremoni, namun dirangkai dengan berbagai kegiatan penting. “Rangkaian dimulai dari 14 April dengan konferensi pers, kemudian 16 April diadakan talkshow bersama ahli hukum, PKK, dan berbagai komunitas untuk mencari solusi konkret atas persoalan sampah. Hari ini, kami bacakan berita acara dan fakta integritas hasil talkshow kemarin, harapannya bisa menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah,” jelasnya saat ditemui di Gedung Dharma Negara Alaya.
Selain talkshow, acara ini juga menghadirkan pameran seni bertema lingkungan, stan komunitas, hingga edukasi terbuka untuk publik. “Kami ingin mengedukasi lebih luas, termasuk mahasiswa, masyarakat umum, hingga seniman,” lanjut Guntur.
Wakil Ketua I Komunitas Malu Dong, I Dewa Agung Wahyu Arinatha, menekankan pentingnya gerakan ini sebagai upaya berkelanjutan. “Gerakan Malu Dong kini telah menyebar ke berbagai wilayah di Bali bahkan ke pulau lain. Kami rutin memberikan edukasi kepada semua kalangan dan menyediakan fasilitas seperti trash bag di berbagai tempat, termasuk sekolah, agar budaya buang sampah sembarangan bisa dihentikan,” kata pria asal Klungkung ini.
Ia juga menyoroti minimnya solusi nyata dari pemerintah. “Sampah bukan hanya masalah pemerintah, tapi tanggung jawab kita semua. Namun, pemerintah seharusnya bisa membuat kebijakan yang mendukung gerakan ini secara lebih nyata,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Lanang Panji, anggota komunitas asal Karangasem. Menurutnya, edukasi menjadi ujung tombak perubahan.
“Kami rutin turun ke sekolah-sekolah, seperti SD 3 Tampaksiring dan SMP 3 Sukawati, untuk mengajarkan cara memilah dan mengolah sampah, serta bahaya sampah terhadap bumi. Edukasi ini terbukti berdampak,” ungkapnga.
Malu Dong Community juga mengembangkan solusi praktis, seperti pengelolaan sampah residu melalui mesin insinerator yang tidak mencemari udara. Abu dari hasil pembakaran pun dimanfaatkan kembali menjadi karya seni seperti asbak dan hiasan, berkolaborasi dengan berbagai pihak.
Meskipun Bali dikenal sebagai destinasi wisata dunia, mereka sepakat bahwa kebersihannya masih jauh dari ideal. “Pariwisatanya bagus, tapi lingkungan kita masih banyak tercemar sampah,” kata Guntur. (Agus Pradnyana/balipost)