
DENPASAR, BALIPOST.com – Eksekusi badan terhadap dua terpidana perkara penistaan Hari Suci Nyepi Tahun 2023, yakni Acmat Saini (52), dan Mokhamad Rasad (58), yang merupakan warga Desa Sumberklampok, Gerokgak, Buleleng oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng, berbuntut panjang.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Bali dan Kabupaten Buleleng mengecam tindakan tersebut. Lembaga itu berencana mengadukannya ke sejumlah pihak terkait di pemerintah pusat.
Terkait hal tersebut, Prajaniti Hindu Indonesia Provinsi Bali mengeluarkan sikap mendukung langkah Kejati Bali tersebut. Pertama, mendukung sepenuhnya langkah tegas Kejati Bali mengeksekusi terpidana penistaan perayaan Nyepi tersebut.
Menurut Ketua Prajaniti Hindu Indonesia Bali, Dr. Wayan Sayoga, langkah ini merupakan bentuk penegakkan hukum yang sejalan dengan semangat equality before the law. “Kejati Bali tidak perlu gentar bilamana ada ancaman atau intimidasi. Sepanjang kita berpihak pada kebenaran maka kebenaran akan melindungi kita. Nilai luhur ini harus menjadi pegangan, bukan saja buat aparat akan tetapi untuk kita semua,” katanya, Kamis (24/4).
Kedua, mendukung para penegak hukum yang memegang teguh prinsip kebenaran dan keadilan. Sayoga mengatakan, penegakkan hukum dan sistem yang dibangun hendaknya dijauhkan dari sentimen mayoritas atau minoritas. Keadilan dan kebenaran harus ditegakkan.
“Diskriminasi atas nama suku dan agama harus diakhiri agar kita bisa menuju suatu tatanan negara yang beradab lewat prinsip-prinsip negara hukum. Konstitusi negara ini tidak mengenal istilah mayoritas dan minoritas. Semua sama dan sederajat di hadapan hukum,” ujarnya.
Ketiga, pemerintah dan krama Bali harus berani mengirimkan pesan yang jelas dan tegas kepada siapapun yang menciptakan kegaduhan di Bali. Sebab, cara-cara barbar primitif sudah tidak mendapat tempat di tengah zaman yang terus bergerak maju. “Sekarang, pilihan ada di tangan kita sendiri. Kita tidak bisa mengabaikan kenyataan yang ada di depan mata, harus dihadapi tanpa ragu meski tetap lewat cara dharma,” imbuhnya.
Pihaknya mengingatkan bahwa tidak dibutuhkan lembaga untuk menghancurkan kemuliaan budaya Bali atau bahkan untuk sebuah negara.
Oleh karena itu, terhadap kasus ini warga dan penjabat di Bali tidak bisa berdiam diri dan duduk santai jika tidak mau Bali mengalami duka kegelapan lebih parah di kemudian hari. “Bangkitlah dengan penuh keberanian untuk menjaga dan merawat budaya Bali yang kita warisi bersama,” tegasnya. (Ketut Winata/Balipost)