
DENPASAR, BALIPOST.com – Ngelawang barong belakangan menjadi kegiatan yang kerap dilakoni anak- anak sebelum maupun sesudah Galungan dan Kuningan. Meski bagi anak- anak kegiatan ini menghibur bagi mereka namun tanpa disadari, sejak dini mereka telah berupaya menjaga tradisi.
Menurut Wirawan (2021) ngelawang berasal dari kata “lwang” yang berarti pintu. Menurut Sukerna, dkk (2016) kata ngelawang berasal dari kata “lawang” yang memiliki arti pergi. Dengan demikian, barong ngelawang memiliki arti pentas dari pintu ke pintu rumah penduduk untuk menghibur.
Tak hanya sekedar menghibur, anak- anak yang melakoni tradisi ini bersama- sama kelompok teman seusianya juga kerap mendapat upah (berupa uang) dari warga yang mereka datangi.
Tradisi Ngelawang ini umumnya menggunakan Barong Bangkung. Menurut Putradayana (2013) mengungkapkan bahwa Barong Bangkung terdiri dari dua suku kata yaitu Barong dan Bangkung. Kata Barong berasal dari bahasa Sanskerta yaitu “Bharwang” yang dalam bahasa Indonesia sejajar dengan Beruang. Kata beruang merujuk pada makna binatang lainnya yaitu babi, macan, gajah, sapi atau binatang lainnya.
Sementara kata Bangkung berarti binatang babi betina yang sudah mempunyai anak. Ngelawang barong bangkung berarti seni pertunjukan dari pintu ke pintu rumah warga dengan membawa barong atau kostum dan topeng hewan.
Tradisi ini mendapat apresiasi dari Ketua Majelis Madya AA. Ketut Sudiana. Menurutnya kegiatan ini adalah bentuk pelestarian seni dan budaya. Kata Sudiana, ngelawang barong bangkung baik pada rahina penampahan Galungan atau setelah Galungan di depan lawang atau angkul – angkul rumah merupakan suatu tradisi magis-religius dan krativitas seni yang dilakukan anak-anak hingga remaja.
Bertujuan untuk mengembangkan dan upaya melestarikan seni budaya dalam pendakian spiritual untuk menetralisir Bhutakala pada Penampahan Galungan. Sehingga memberikan keselamatan dan karahayuan bagi umat.
Dengan kreasi tarian barong bangkung sebagai manifestasi rasa cinta pada Brahman atau Tuhan. Ia menginterpretasikan kata Bangkung berasal dari kata Bang yang berarti Brahman dan Kung berarti cinta. “Hal ini melahirkan karya besar susastra Sebun Bangkung, lontar Tatwa yg ditulis Dhanghyang Dwijendra. Juga adanya penyebutan nama untuk Mpu Tanakung yang melambangkan cinta,” ujarnya, Kamis (24/4).
Tradisi ngelawang menurutnya sakral. Meski lambat laut tradisi ini berjalan sesuai dengan irama hiburan. Menurut Kristina, Ni Luh, dkk (2022) tradisi ngalawang bahkan memiliki nilai pendidikan untuk penguatan karakter anak- anak. Diantaranya, nilai pendidikan karakter religius, demokratis, kreatif, rasa ingin tahu, bertanggung jawab, peduli sosial, cinta damai, persahatan atau komunikatif, mandiri dan disiplin. (Citta Maya/balipost)