
SINGARAJA, BALIPOST.com – Ratusan siswa tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Buleleng pada tahun 2025 ini terancam putus sekolah atau drop out (DO). Untuk mengatasi hal tersebut, Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng, kini melakukan pendekatan persuasif agar para siswa mau kembali melanjutkan pendidikan, meskipun harus melalui jalur sekolah nonformal.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Disdikpora Buleleng, tercatat ada sebanyak 182 siswa SMP yang berpotensi mengalami DO tahun ini.
Plt Kepala Disdikpora Buleleng, Putu Ariadi Pribadi, menyampaikan bahwa meskipun para siswa ini masih tercatat dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik), mereka sudah tidak aktif mengikuti kegiatan belajar mengajar.
“Mereka sudah tidak mengikuti proses belajar mengajar. Ada yang baru beberapa hari tidak hadir, namun ada pula yang sudah berminggu-minggu tidak sekolah,” ujarnya saat dikonfirmasi pada Minggu (27/4).
Menanggapi hal ini, pihak dinas telah melakukan penjajakan langsung kepada para siswa. Hasilnya, sekitar 50 persen dari total siswa yang berpotensi DO bersedia untuk kembali melanjutkan pendidikan.
“Setidaknya ada 92 siswa yang menunjukkan minat untuk kembali belajar, meskipun melalui jalur non formal seperti Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) maupun Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM),” jelas Ariadi.
Dinas mengarahkan siswa ke sekolah non formal agar mereka bisa belajar dengan lebih fleksibel, menyesuaikan dengan kondisi masing-masing. Ariadi menyebut, salah satu penyebab utama siswa tidak melanjutkan sekolah adalah karena mengikuti orang tua bekerja.
“Faktor penyebab siswa DO cukup beragam. Mulai dari ikut orang tua bekerja, pernikahan dini, hingga kondisi keluarga yang tidak harmonis. Jalur pendidikan non formal kami anggap sebagai solusi karena lebih fleksibel dibanding sekolah formal yang memiliki jadwal tetap,” terangnya.
Saat ini, pihak Disdikpora Buleleng masih terus melakukan pendekatan kepada sekitar 90 siswa lainnya yang belum memberikan respons positif. Ariadi mengakui bahwa pendekatan ini memerlukan waktu dan tidak mudah, terlebih beberapa siswa sudah ikut orang tuanya ke luar daerah.
“Kami tetap berupaya semaksimal mungkin. Koordinasi dengan para perbekel juga terus kami lakukan untuk membantu mengkomunikasikan pentingnya pendidikan kepada keluarga siswa,” pungkasnya. (Nyoman Yudha/Balipost)