DENPASAR, BALIPOST.com – Setelah memenjarakan Muhammad Yani Kanifudin selaku Direktur PT MMI (Mapan Medika Indonesia) dan I Ketut Sukartayasa, S.H., S.Kep., dari pihak RS, Kejati Bali, Rabu (23/5) kembali menyidangkan terdakwa yang diduga berkomplot dalam dugaan koruspi pengadaan alat kesehatan (alkes) RSU Mangusada, Badung.
Dia adalah I Made Susila beralamat di Perumahan Griya Bintara Indah, Bekasi, Jawa Barat. JPU Wayan Suardi dihadapan majelis hakim pimpinan I Wayan Sukanila mengatakan, bahwa Susila melakukan dugaan korupsi Alkes RS Mangusada Badung bersama Yani dan Sukartayasa.
Awalnya, kata jaksa, RS Mangusada Badung mengadakan pengadaan alat kedokteran, kesehatan, KB, dan kendaraan khusus yang sumber dananya dari APBN 2013. Amprahan itu dikirim ke Menteri Kesehatan melalui Dinas Kesehatan Provinsi Bali sebesar Rp 40.954.098.750.
Atas proposal itu, Menteri Kesehatan RI menyetujui Rp 25 miliar untuk RSU Mangusada Badung. Atas dasar itu, Bupati Badung, kata jaksa, melakukan penunjukkan dengan menunjuk dr. Agus Bintang Suryadi selaku Direktur RSU Mangusada Badung sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan dr. I Made Nurija sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Nurija sendiri sudah dijadikan tersangka dalam perkara ini. Nurija mempunyai tugas dan tanggung jawab menyusun HPS (harga perkiraan sendiri).
Dan saat itu, ada sembilan unit item barang yang dibutuhkan untuk alat medis. Nah Sukartayasa (sudah divonis bersalah) inilah yang kemudian mencari rekanan seolah-olah mendapatkan informasi untuk dipakai acuan HPS dengan menghubungi terdakwa Made Susila. Maksudnya adalah supaya dapat menyiapkan tempat perusahaan untuk kemudian dilakukan survey. Susila kemudian ikut tender. Namun Susila menyampaikan ke Sukartayasa untuk berhubungan dengan I Nyoman Artawan untuk mencari rekanan yang bisa dipakai dasar menyusun HPS.
Sukartayasa kemudian memberikan flashdisk kepada Artawan yang isinya daftar harga jenis-jenis barang alat kedokteran dan kesehatan berkaitan dengan pengadaan alkes di RSU Mangusada.
Dan seiring perjalanan proyek tersebut, ada selisih antara realisasi pengeluaran definitif dengan realisasi penerimaan barang yang diterima. Yakni realisasi pengeluaran definitif Rp 19.211.473.636,3 sedangkan realisasi barang yang diterima seharga Rp 12.923.626.782. Jadi ada selisih Rp 6.287.846.854,36. Ada nilai selisih Rp 6,2 miliar inilah yang menjadi temuan yang selanjutnya setelah dihitung oleh BPKP Perwakilan Bali menjadi nilai kerugian keuangan negara. Tak pelak, dalam kasus ini, Susila disebut oleh jaksa bersama Yani dan Sukartayasa telah memperkaya diri sendiri dan atau orang lain yamg merugikan perekonomian atau keuangan negara Cq. Pemda Kabupaten Badung senilai Tp 6,2 miliar.
Atas dakwaan itu, Susila dijerat tiga pasal. Yakni Pasal 2 dan 3 UU Tipikor serta Pasal 9 jo Pasal 18 UU RI No. 31 tahun 1999 tentang Tipikor, sebagaimana yang sudah ditambah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana. (miasa/balipost)