DENPASAR, BALIPOST.com – Keluhan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur prestasi di SMA/SMK negeri mendapat perhatian DPRD Bali. Komisi IV DPRD Bali, Jumat (22/6) ini sampai mengagendakan rapat kerja dengan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali.
Selain Kadisdik Bali, DPRD juga mengundang stakeholder lain yang terkait, seperti Ombudsman RI Perwakilan Bali, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Bali, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, dan Kepala Biro Hukum dan HAM Setda Provinsi Bali. “Pelaksanaan PPDB saat ini banyak muncul komplain-komplain. Yang paling banyak, bagi yang sudah mewakili daerahnya dan berprestasi maksimal, tapi dia dikalahkan oleh NEM (nilai ujian nasional, red). Terus siapa yang akan menampung ini,” ujar Anggota Komisi IV DPRD Bali, Bagus Suwitra Wirawan dikonfirmasi, Kamis (21/6).
Menurut Bagus, calon peserta didik yang memiliki penghargaan atau prestasi, -seperti atlet olahraga- di tingkat kabupaten/kota, provinsi, regional, nasional dan internasional yang diperoleh maksimal 3 tahun terakhir mestinya bisa diakomodir. Apalagi, mereka berprestasi dalam kompetisi atau kejuaraan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah.
Dewan sebetulnya telah melakukan rapat dengan Dinas Pendidikan mengenai petunjuk teknis (juknis) PPDB. Saat itu, dinas hanya menyodorkan juknis berdasarkan Permendikbud terkait PPDB 2018 tanpa adanya peluang kebijakan menyesuaikan daerah masing-masing. “Apabila dikaitkan dengan RPJMD kita yakni penguatan budaya dan SDM terkait keolahragaan, ternyata bisa diakomodir dalam bentuk persentase-persentase lainnya. Contoh DKI Jakarta dan Jawa Barat yang kami baca di internet, ternyata bisa. Di DKI ada jalur anak panti, di Jawa Barat ada jalur warga penduduk sekitar,” jelas Politisi Gerindra ini.
Bagus menambahkan, petunjuk teknis PPDB dari Dinas Pendidikan Provinsi juga berbeda pelaksanaannya di kabupaten/kota. Selain masalah penghargaan terkait prestasi, juga menyangkut pengertian zona. Di provinsi, zona yang dimaksud adalah radius 3 km dari sekolah.
Sedangkan di kabupaten/kota, zona justru berdasarkan desa. Hal ini berimplikasi luas, sebab ada calon peserta didik yang sebetulnya berada dalam radius 3 km. Namun karena tidak dalam desa yang sama dengan sekolah akhirnya tidak bisa mendaftar di sekolah itu. (Rindra Devita/balipost)