JAKARTA, BALIPOST.com – Ketua umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) menyambangi Ketua Umum Partai Amanat Nasional merangkap Ketua MPR RI Zulkifli Hasan di rumah dinas Ketua MPR, Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan, Senin (25/6). Usai pertemuan yang dilakukan secara tertutup itu, Prabowo menggelar keterangan pers bersama.
Banyak hal dilontarkan kritik maupun keluhan disampaikan mantan calon presiden di Pemilihan Presiden 2014 yang digadang-gadang akan kembali mendeklarasikan diri lagi sebagai sebagai Capres di Pemilu 2019 nanti ini mulai ketimpangan sosial, tingginya angka kemiskinan, netralitas TNI, Polri dan aparat sipil negara (ASN), hingga minimnya prestasi sepak bola di tanah air terkait Piala Dunia 2018 di Rusia.
Kepada wartawan, Prabowo mengatakan bahwa kritik yang dilontarkan kepada pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla merupakan bentuk koreksi dan perannya yang memang pimpinan partai politik yang berada di luar pemerintahan. “Jadi kalau ada kritikan itu memang peran kami, peran partai politik di luar kekuasaan. Mengkritik untuk memberikan peringatan, untuk mengoreksi. Kalau kita tidak koreksi jangan-jangan kebablasan,” sebut Prabowo.
Kendati demikian, ia meyakini Presiden Joko Widodo memiliki kehendak berbakti dan niat baik untuk memajukan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, ia menekankan bahwa koreksi atas kinerja pemerintah jangan dinilai sebagai bentuk mencari kesalahan. “Saya percaya dan yakin beliau punya kehendak yang baik untuk berbakti kepada negara dan bangsa. Saya percaya itu, tapi demokrasi membutuhkan dialektika, demokrasi membutuhkan koreksi,” ucapnya.
Prabowo juga menolak dianggap sebagai pribadi yang pesimis karena pernyataannya itu. “Saudara-saudara, bukan Prabowo itu pesimistis, Prabowo ini cemas, Prabowo ini ingin memperingatkan bangsa dan negara,” ujarnya.
Atas Izin Rakyat
Pada bagian pidatonya, Prabowo Subianto mengatakan bahwa kekuatan rakyat akan berujung pada kemenangan, dan keyakinan itu telah tercatat dalam sejarah. Penegasan disampaikan saat Prabowo bicara mengenai demokrasi dan netralitas TNI-Polri dan ASN.
Menurutnya, pergantian kepemimpinan merupakan hal yang lumrah. Dan untuk menjadi pemimpin hanya bisa diperoleh atas izin rakyat.
Prabowo menyatakan warga Indonesia yang mencapai 250 juta tak bisa diperintah dengan kekerasan dan intimidasi. “Itu yang kita harapkan, saya percaya di ujungnya tak ada yang bisa melawan kehendak rakyat. Power of people ujungnya akan menang. Itu sejarah,” tegasnya.
Terkait peran TNI, Polri dan ASN, Prabowo mengimbau sebagai alat negara maka TNI,Polri dan ASN bisa bersikap netral dalam pilkada serentak yang akan dihelat pada 27 Juni 2018 nanti. Ia menekankan ketiga lembaga tersebut tidak boleh memihak salah satu pihak dalam pilkada nanti.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan mengatakan dirinya menghormati Prabowo sebagai capres pada Pilpres 2019. “Prabowo capres kita yang saya hormati,” ucap Zulkifli dalam sambutannya disambut teriakan dan yel-yel para kader PAN yang hadir.
Hingga saat ini PAN sendiri belum secara resmi menentukan sikap apakah mendukung Prabowo sebagai Presiden atau tidak. Wakil Sekjen PAN Yandri Susanto yang hadir dalam pertemuan mengungkapkan bahwa pertemuan tersebut merupakan ajang silaturahim.
Namun, dia mengakui pertemuan ini juga menjadi ajang penjajakan bagi kedua tokoh partai tersebut untuk membahas kemungkinan koalisi antar Gerindra dan PAN di Pilpres 2019. “Ini kan silaturahmi biasa dan penjajakan koalisi, kan tinggal satu bulan lagi (pendaftaran pilpres), jadi saya kira membangun chemistry itu semakin hari semakin intensif,” kata Yandri yang juga Sekretaris Fraksi PAN di DPR.
Yandri menjelaskan masih akan pertemuan lanjutan yang mungkin akan bicara lebih serius lagi. “Siapa presidennya, siapa wakilnya, gimana format koalisinya, saya kira ini sesuatu yang sangat normal pertemuan hari ini, memang perlu digiatkan pertemuan seperti ini,” ujarnya. (Hardianto/balipost)