Peserta workshop cerita Panji dari Asean seperti Thailand dan Kamboja berlatih menari Bali bersama Maestro Seni sekaligus Budayawan I Made Bandem. (BP/rin)

DENPASAR, BALIPOST.com – Cerita Panji kini telah menjadi common heritage atau warisan bersama dari ASEAN. Awalnya lahir di Jawa Timur pada jaman Kerajaan Majapahit. Lalu menyebar di nusantara dan Asia Tenggara, termasuk Bali. Di Pulau Dewata, ada tiga cerita Panji yang pokok dan puluhan Panji carangan.

Maestro Seni dan Budayawan I Made Bandem memaparkan, tiga cerita Panji yang pokok atau yang terbesar dan terpanjang adalah Panji Amalat Rasmi, Wangbang Wideya, dan Panji Wijayakrama.

“Panji Amalat Rasmi ini cerita mengenai percintaan Raden Anusapati atau Panji Anusapati dengan Galuh Candra Kirana dengan sebuah perjalanan, percintaan, peperangan, siluman,” ujarnya usai menjadi narasumber dalam Workshop terkait Festival Panji/Inao Internasional di Gedung Ksirarnawa, Art Center, Jumat (29/6).

Bandem menambahkan, Wangbang Wideya terkenal dengan tokohnya Raden Makaradwaja dan Galuh Warastrasari. Cerita Panji atau Malat ini lahirnya memang di Bali pada abad ke-16. Kemudian yang ketiga, Panji Wijayakrama bercerita tentang Ranggalawe saat memberontak kerajaan Majapahit. Dalam cerita ini, ada pula kisah cinta yang mengesankan antara Ranggalawe dengan dua istrinya yakni Anuraga dan Tirtawati.

Baca juga:  Empat Ranperda Disahkan, Ini Kata Gubernur

“Panji ketiga ini yang belum pernah kita sentuh. Kita perlu garap dalam bentuk sastra,” imbuhnya.

Menurut Bandem, Bali juga belum memiliki budaya topeng Panji bila dibandingkan dengan di Jawa. Saat ini, Bali baru memiliki budaya wayang, drama tari gambuh dan legong, serta drama gong. “Tantangan kita kedepan untuk membuat satu karya seni yang berkaitan dengan topeng Panji ini. Akan ada, tapi saya rahasiakan dulu,” jelasnya.

Lebih jauh lagi, lanjut Bandem, Bali harus ikut terlibat dalam upaya pelestarian dan pengembangan cerita Panji. Terlebih setelah cerita Panji mendapatkan pengakuan UNESCO sebagai memory of the world. Sejarah yang panjang dan estetika di dalamnya, menjadi kekuatan cerita Panji. Namun ada pula kelemahannya yakni penggunaan bahasa kidung Jawa pertengahan, tidak banyak yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia atau bahasa Bali.

“Ini menyebabkan anak-anak kita tidak bisa menikmati dan mempelajarinya. Kelemahan kita disitu. Tapi peluang tetap ada, kita punya Pesta Kesenian Bali, Bali Mandara Mahalango, dan Bali Nawanatya. Ini bisa kita masukkan cerita Panji sebagai lakon,” paparnya.

Baca juga:  Jadwal PKB, Jumat 13 Juli

Bandem menambahkan, Panji merupakan tokoh ideal dan lambang cinta yang perlu dihidupkan. Langkah lain, peranan televisi dan industri film sangat dinanti untuk mengangkat sastra dan cerita Panji. Termasuk budaya Panji yang lain seperti gamelan dan wayang.

Seniman dan Akademisi Seni Pertunjukan Bali, I Wayan Dibia mengatakan, sedikitnya ada enam kesenian klasik tradisional dalam tradisi budaya Bali yang lakonnya bersumber dari cerita Panji. Salah satunya adalah tari legong atau palegongan. Walaupun cerita Panji hanya digunakan dalam dua jenis tari legong, yakni legong lasem dan legong prabangsa. Legong lasem khususnya, tidak saja dikenal luas di Bali. Tapi juga di luar daerah, bahkan di luar negeri.

“Hal ini menjadikan cerita Panji sebagai salah satu elemen terpenting dari seni Palegongan,” ujarnya.

Inisiator Gelar Budaya Panji, Wardiman Djojonegoro mengatakan, memang ada permintaan dari UNESCO untuk melestarikan cerita Panji. Saat ini pihaknya tengah mencari sponsor untuk mendigitalisasi naskah Panji. Kemudian, memberi banyak beasiswa untuk para dosen agar bisa meneliti cerita Panji.

Baca juga:  Jokowi Targetkan Kuasai 40 Persen Kontribusi Ekonomi Digital ASEAN

“UNESCO tahu Panji sedang menurun karena banyak masuk budaya dari luar. Jadi, UNESCO minta supaya ditingkatkan apresiasi masyarakat. Inilah salah satu bentuk meningkatkan apresiasi masyarakat dengan membuat festival,” ujarnya.

Wardiman menambahkan, lomba-lomba tentang cerita Panji juga dibuat dari tingkat SD hingga SMA agar anak-anak menyenangi Panji sejak kecil. Apalagi sekarang, tidak ada lagi kebiasaan orangtua yang mendongeng untuk anak-anaknya. Anak-anak kini justru lebih banyak berteman dengan televisi. Oleh karena itu, televisi termasuk pers juga akan diajak untuk sekali waktu menampilkan cerita Panji yang disesuaikan dengan kondisi saat ini.

“Dulu berkelana di hutan, sekarang misalnya di belantara Jakarta. Harus dikemas karena ada ratusan cerita Panji. Dari Dikbud juga minta agar bagaimana Panji bisa dijadikan character building. Nanti kita akan panggil penulis-penulis untuk menulisnya,” jelasnya. (rindra/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *