Ketua Bawaslu Abhan (tengah) bersama Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar (kiri) dan Muhammad Afifudin (kanan) memberikan keterangan kepada wartawan. (BP/ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan mendatangi Kantor DPP PDIP, di Jalan Diponegoro, Jakarta. Rabu (11/7). Pertemuan untuk mensosialisasikan proses pemilu yang benar, termasuk bagaimana partai politik menyiapkan kadernya untuk maju pada Pemilu sekaligus Pilpres 2019.

“Dalam sosialisasi ini, kami berharap partai politik mendorong kadernya yang bersih untuk berkompetisi. Dengan begitu, pemenangnya nanti politikus yang bersih dari sgala tindakan pidana,” pesan Abhan.

Oleh karena itu, Abhan berharap PDIP maupun partai politik lainnya benar-benar bekerja secara baik sejak proses rekrutmen calon anggota legislatif. Parameternya adalah, tidak mencalonkan orang-orang bermasalah dengan hukum. “Misalnya korupsi, teroris, narkotik dan kejahatan sosial, dan juga imbauan kami tidak melakukan politik uang dalam proses pencalegan,” terangnya.

Baca juga:  Liburan Seru Naik Kereta Api di Ambarawa, Cobain Yuk!

Parpol juga diingatkan menyiapkan kuota keterwakilan perempuan sebesar 30 persen dalam daftar calegnya. Hal itu sesuai dengan amanat UU Pemilu.

Di tempat sama, Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristyanto memastikan partainya tidak akan mengusung koruptor menjadi caleg, karena mereka yang pernah bermasalah dengan korupsi langsung dipecat. Dengan demikian, menurutnya tidak mungkin menjadi caleg karena sudah tidak lagi memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) partai. “Bagi PDIP, mereka yang terkena OTT KPK itu langsung kami berikan sanksi pemecatan seketika, hanya PDIP yang melakukan itu. Dan kemudian bagi mereka yang menyalahgunakan kekuasaan dengan korupsi kami pecat. Otomatis karena mereka tidak ber-KTA PDIP, otomatis tidak bisa mencalonkan sebagai caleg,” sebut Hasto.

Baca juga:  Pilpres 2019, Ada Peluang Tiga Poros Koalisi

Dia mencontoh pada di Pilkada Serentak 2018, tidak ada mantan napi korupsi yang diusung oleh PDIP sebagai calon kepala daerah atau wakil kepala daerah. Meskipun kandidat yang memiliki elektabilitas tinggi namun partainya kukuh tidak merestui. “Beberapa waktu yang lalu ada satu keluarga yang menunjukan praktik korupsi secara luar biasa. Meskipun punya kecenderungan elektabilitas tinggi, kami tidak calonkan,” ungkapnya. (Hardianto/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *