Badan Keuangan Daerah (BKD) Buleleng akan memasang stiker untuk menginformasikan kepada wsiatawan bahwa perusahaan masih menunggak pajak kepada daerah. (BP/dok)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Munculnya Tunggakan pajak oleh pengusaha hotel dan restoran memaksa Pemkab Buleleng harus “memutar otak” untuk menagih tunggakan pajak tersebut. Apalagi, nilai tunggakannya tergolong fantastis di mana satu hotel saja memiliki tunggakan Pajak Bumi Bangunan Perdesaan Perkotaan (PBB-P2) mencapai Rp 3,2 miliar.

Atas kondisi ini, Badan Keuangan Daerah (BKD) terus mengoptimalkan penagihan. Dalam waktu dekat ini, sejumlah hotel dan restoran tersebut akan diberikan sanksi berupa pemasangan stiker yang menginformasikan bahwa perusahaan tersebut menunggak pajak.

Munculnya tunggakan pajak ini tidak saja baru-baru ini, tetapi sejak beberapa tahun silam BKD sudah mencatat pengusaha yang tidak melunasi kewajibanya kepada pemerintah daerah. PBB-P2 dan Pajak Air Tanah murni dikenakan kepada pemilik perusahaan.

Sedangkan, PHR dan Pajak hiburan dipungut dari wisatawan yang berkunjung dan oleh perusahaan kemudian menyetorkan pajak itu kepada pemerintah daerah. Tetapi faktanya, pajak yang dititipkan oleh wisatawan kepada hotel atau restoran menunda penyetorannya ke daerah, sehingga terus membengkak.

Dari semua hotel dan restoran di Bali Utara, ada tiga perusahaan memiliki tunggakan dengan jumlah fantastis.

Baca juga:  Bus Tanpa Stiker Dilarang Beroperasi

Perusahaan itu masing-masing Bali Handra Kosaido di Desa Pancasari, Kecamatan Suaksada. Perushaaan ini tercatat memiliki tunggakan Pajak Hotel Rp Rp 279.091.704,00, Pajak Restoran Rp 146.237.889,00, Pajak Air Tanah Rp 54.183.100,00, dan PBB-P2 mencapai Rp 3.259.076.839,00.

Hotel Nirwana Water Garden di Desa Kalibukbuk, Lovina menunggak Pajak Air Tanah Rp 1.735.150,00. Hotel Melka Lovina nunggak Pajak Hotel Rp 237.176.049,27. Pajak Restoran Rp 47.508.700,00, Pajak Hiburan Rp 20.330.550,00 dan Pajak Air Tanah Rp 3.408.100,00. Sementara itu, Hotel Sunari Lovina memiliki tunggakan Pajak Hotel Rp 755.236.236,16. Pajak Restoran Rp 388.871.187,95, Pajak Hiburan Rp 1.946.726.00, dan Pajak Air Tanah Rp 170.299.800,00.

Kepala Bidang (Kabid) Pajak Daerah I Gede Sasmita Ariawan, SH seizin Kepala BKD Buleleng Bimantara Kamis (26/7) kemarin mengatakan, sejak munculnya tunggakan pajak dari perusahaan, pemerintah daerah masih memberikan toleranasi panjang. Buktinya, perusahaan penunggak pajak itu diberikan kesempatan melunasi tunggakan pajaknya dengan cara mencicil.

Baca juga:  Turun, Kunjungan Wisatawan China ke Ubud

Selain itu, pemerintah daerah selama ini masih melakukan upaya penagihan langsung. Hanya saja, penagihan ini tidak membuahkan hasil optimal. Terbukti perusahaan maish enggan menyetorkan pajak dengan alasan pengunjung sepi atau perusahan dalam tahap renovasi. Alasan kunjungan tamu sepi terkesan tidak logis, karena hasil monitoring atau data kunjungan dari Dinas Pariwisata (Dispar) sering menunjukkan kunjungan wisatawan ke Buleleng normal.

Akan tetapi, perusahaan justru selalu menyampaikan alasan klasik tersebut agar diberikan penundaan menyetorkan pajak. “Kita sudah sangat bijak dan selain mencicil kita juga tetap menerima alasan perusahaan tidak melunasi kewajibannya. Tapi kalau menunda itu sanksi denda tetap kita kenakan, sehingga sekarang tunggakan pajak ini selain jumlah pokok dan juga denda kita terus kita hitung, sehingga pajak yang mengendap itu nilainya fantastis,” katanya.

Di sisi lain Gede Sasmita mengatakan, upaya penagihan langsung dan memberikan kebebasan mencicil dalam waktu dekat ini akan dieveluasi. Kebijakan mencicil itu akan dieveluasi di mana perusahaan dituntut meningkatkan kemampuan untuk mencicil, sehingga tunggakannya secepatnya dilunasi.

Baca juga:  Tolak Monitor Pajak, Puluhan Restoran Disemprit Satpol PP

Sasmita mencontohkan, Bali Handara yang setiap bulan mencicil tunggakan pajak Rp 10 juta dalam bulan ini, BKD akan mengevaluasi nilai cicilan itu dan menuntut perusahaan agar meningkatkan nominal cicilan pajak-nya.

Upaya lainnya adalah, perusahaan yang menunggak pajak kembali diminta komitmennya apakah melunasi atau tidak. Jika upaya ini tetap tidak diindahkan, secara bersamaan BKD akan memberikan sanksi dengan memasang stiker pada hotel atau restoran bersangkutan. Lewat pemasangan stiker, nantinya wisatawan mendapat kejelasan informasi bahwa hotel atau restoran yang dikunjunginya itu tidak disiplin mengikuti aturan perpajakan. Dengan sanksi itu, Sasmita berharap perusahaan lebih beretikad baik mengikuti regulasi, sehingga tidak menimbulkan kerugian yang berdmapak pada kepentingan yang lebih luas.

“Kalau penyegelan memang belum dan itu seperti ranahnya Tim Yustisi bersama Satpol PP. Sebelum itu ditempuh, ini upaya pemasangan stiker akan kami lakukan dan mudah-mudahan bisa menyadarkan pengusaha untuk disiplin perpajakan,” jelasnya. (mudiarta/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *