DENPASAR, BALIPOST.com – Majelis hakim pimpinan H. Amin Ismanto, Kamis (2/8) membacakan putusan atas perkara dugaan pemalsuan surat untuk terdakwa Prof. I Ketut Widnya. Majelis hakim menyatakan, terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 263 ayat 1 KUHP.
“Menjatuhkan pidana oleh karena itu selama empat bulan dengan masa percobaan delapan bulan,” vonis hakim yang sebelumnya meminta Prof. Widnya untuk berdiri.
Walau dihukun selama empat bulan, bukan berarti terdakwa harus masuk sel. Namun dalam vonis hakim, terdakwa tidak perlu menjalani penahanan selama menjalani masa percobaan delapan bulan. “Saudara punya hak menerima atau menolak putusan ini. Atau pikir-pikir,” tandas hakim.
Setelah berkoordinasi dengan kuasa hukumnya, Putu Wirata Dwikora, pihak terdakwa menyatakan pikir-pikir. Begitu juga dengan JPU Darmawan dan Dewa Lanang Arya.
Usai sidang, Prof. Widnya mengatakan itu adalah keputusan hakim. “Tapi dalam waktu tiga atau empat hari ini saya pikir-pikir dulu. Apakah akan banding atau menerima putusan ini,” ucap Prof. Widnya.
Lebih jauh dikatakan, karena apa yang dibuat bersama desa adat, maka pihaknya juga akan berkoordinasi dengan pihak desa adat. “Saya ini kan bukan sendiri, ada desa adat. Kalau saya sendiri oke lah, itu tidak masalah hukuman,” sebutnya sembari mengatakan akan membicarakan persoalan putusan hakim bersama pengurus desa.
Vonis itu memang lebih rendah dari tuntutan jaksa. JPU dari Kejari Denpasar sebelumnya menuntut terdakwa dengan hukuman enam bulan dengan masa percobaan selama satu tahun.
Untuk diketahui, jaksa mengadili terdakwa atas dugaan pemalsuan surat. Terdakwa Prof. Widnya yang dipercaya menjabat Penua Kertha Desa Serangan diduga membuat surat yang pada pokoknya semua warga terdiri dari enam banjar menyetujui adanya pemilihan Bandesa Adat Serangan. “Padahal dari enam banjar, hanya dari dua banjar yang menyetujuinya,” ucap JPU Darmawan kala itu. (miasa/balipost)