AMLAPURA, BALIPOST.com – Wayan Sugiarta, Ko-pilot, yang meninggal dalam insiden pesawat Dinomin Air PK HVQ yang jatuh di pegunungan Bintang, Papua menyisakan duka yang mendalam bagi pihak keluarga. Bagaimana tidak, kepergian Sugiarta untuk selama-lamanya itu memang tak pernah diduga sebelumnya oleh pihak keluarga.

Sampai saat ini pihak keluarga di Banjar Budakeling, Desa Budakeling, Bebandem, Karangasem masih menunggu kedatangan jenazah korban dari Papua, Jayapura. Bibi korban, Ni Wayan Suparmi saat diwawancara di rumah duka di Banjar Budakeling, Desa Budekeling, Bebandem, Karangasem, Senin (13/8), mengungkapkan, pihak keluarga sangat syok dan terkejut mendengar kabar bahwa pesawat yang ditumpangi Wayan Sugiarta hilang kontak di pegunungan Bintang, Papua.

Baca juga:  Pascapendaki Gunung Agung Meninggal, Desa Adat Besakih Gelar Upacara Prayascita

Kata dia, informasi yang diperoleh diberikan langsung oleh pihak perusahaan. Yang dihubungi pertama kalai untuk menginformasikan hal ini langsung kepada keponakannnya. “Setelah mendapatkan informasi bahwa pesawat yang ditumpangi almarhum (Wayan Sugiarta, red) hilang kontak, saya hanya bisa berdoa agar almarhum masih hidup,” ujarnya.

Sayangnya Tuhan berkehendak lain. Suparmi menuturkan, jika Sugiarta kesehariannya tinggal di di Nusa Dua, Badung dan Denpasar. Akan tetapi, setiap ada kegiatan keluarga atau kegiatan yang lainnya di kampung, ia memang rajin datang. “Kalau ada waktu libur almarhum pasti datang. Terakhir pulang saat upacara pengabenan nenek pada 15 Juli 2018,” ujarnya.

Baca juga:  Usai Kuningan, Bus Sekolah Denpasar akan Diuji Coba

Dia mengatakan, bahwa Sugiarta menikah dengan Ni Komang Maheni. Namun, belum dikarunia seorang anak. Almarhum merupakan anak pertama pasangan Made Kertiyasa dengan Ni Kadek Nyampuh Marheni. “Dia merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Adiknya yakni I Made Suryana dan Komang Artana,” jelasnya.

Dikatakakannya, jika sosok almarhum sangat low profile. Orangnya pendiam tidak terlaku banyak bicara. Ia sudah terjun di dunia penerbangan sejak 15 tahun lalu.

Suparmi menambahkan, sehari sebelum kejadian ini, dirinya memang memiliki firasat tidak enak. Tak hanya dirinya saja, semua pihak keluarga juga merasakan hal yang sama.

Bahkan dirinya sempat bermimpi dadanya diinjak. Mimpinya tersebut semula dipikirnya ada hubungan dengan kondisi Gunung Agung dan Gempa Lombok. Ternyata keponakannya meninggal dalam kecelakaan pesawat.

Baca juga:  Pengungsi Asal Amerta Bhuana Meninggal di Talibeng

Lebih lanjut dikatakannya, sampai saat ini pihak keluarga masih menunggu kedatangan jenazah korban dari Papua. Berdasarkan informasi yang diperoleh, kalau jenazah korban baru bisa diterbangkan ke Bali besok. Mengingat sekarang ini cuaca tidak bagus.

Disinggung terkait pelaksanaan upacara, dia menegaskan, dirinya belum bisa memastikan. Karena pihaknya masih harus membicarakan hal ini dengan para tetua-tetua. “Setelah jenazah tiba disini kita akan rembugkan kapan upacara akan dilaksanakan. Sekarang ini belum ada kegiatan apa-apa,” ujarnya. (Eka Parananda/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *