SEMARAPURA, BALIPOST.com – Perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 sudah berlangsung. Di Kabupaten Klungkung, anggaran yang dihabiskan untuk fasilitasi hajatan politik lima tahunan ini sekitar Rp 15 miliar.
Anggaran tersebut dipergunakan untuk honor penyelenggara, yakni PPK, PPS, KPPS dan sekretariat. Selain itu ada untuk biaya setiap tahapan, seperti pendaftaran peserta pemilu, pemutakhiran data pemilih, pencalonan, sosialisasi, kampanye, termasuk Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang mencapai 619 lokasi. Hampir dua kali lipat dari Pilkada lalu yang hanya 350 lokasi. “Itu hanya untuk fasilitasi proses di Kabupaten. Untuk tahun anggaran 2018, mendapat alokasi sekitar Rp 6 miliar. Tambahannya dipasang pada 2019. Semua logistik akan diadakan di pusat,” jelas Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Klungkung, I Made Kariada, Minggu (26/8).
Dinyatakan, anggaran itu tergolong “murah,” jika dibandingkan dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), sekitar Rp 5 miliar. “Pilkada hanya untuk satu lembaga dengan dua peserta. Sedangkan pemilu ada 16 peserta termasuk DPD. Ada lima lembaga. Itu Pileg kabupaten, provinsi, RI, DPD dan Pilpres. Anggaran sekian termasuk murah,” ungkapnya.
Pria asal Desa Jungutbatu, Nusa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida ini menjelaskan pada Pemilu tidak ada istilah buang-buang anggaran. Seluruhnya digunakan untuk peserta pemilu dan pemilih maupun pendidikan politik. “Anggaran itu berputar di wilayah Indonesia, dipergunakan untuk orang Indonesia, dan dimanfaatkan untuk Indonesia,” sebutnya.
Mengingat pemilu sebagai proses politik, sudah seharusnya disambut oleh masyarakat dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap hasil-hasil pembangunan pemimpin-pemimpin yang telah terpilih. “Jika masih layak, harus dipertahankan. Kalau tidak layak, ganti dengan yang layak. Kami berharap masyarakat peduli terhadap Pemilu ini,” katanya.
Saat ini, tahapan pemilihan ini sudah masuk Penetapan Daftar Pemilih Tetap. Jumlahnya mencapai 159,774 orang, naik dari Pilkada 2018 yang mencapai 156.501 dan Pemilu 2014 sebanyak 153.724 orang.
Kariada menjelaskan jumlah pemilih tersebut sudah termasuk yang berusia 17 tahun saat pemilihan yang berlangsung pada 17 April 2019. “Untuk DPT, tentu kami mengacu pada data sebelumnya. Ada perbaikan, menyesuaikan juga dengan masukan masyarakat,” ungkapnya.
Ditambahkan, tidak menutup kemungkinan pemiliih tersebut nantinya ada yang tak memenuhi syarat akibat meninggal, alih status menjadi anggota TNI dan Polri, maupun pindah alamat tempat tinggal. Terhadap itu, saat pemberian surat panggilan memilih (C6) akan ditandai dan di salinan daftar pemilih akan dicoret. “C6-nya tidak akan diberikan supaya tidak disalahgunakan. Nama bersangkutan akan dicoret. Tidak akan merubah jumlah. Kalau ada data pemilih belum masuk DPT, namun sudah memiliki hak pilih dan e-KTP, nanti bisa masuk daftar pemilih khusus,” jelasnya. (Sosiawan/balipost)