Produksi telur peternak. (BP/dok)

TABANAN, BALIPOST.com – Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tabanan , jumlah ayam petelur di Tabanan mengalami penurunan. Pada 2016 tercatat 1.964.228 ekor dan tahun 2018 tercatat 1.947.398 ekor.

Meski mengalami penurunan namun produksi telur justru mengalami peningkatan pada 2016 tercatat 15.469 ton meningkat menjadi 18.280 ton di 2017. Kondisi peningkatan ini bisa dipengaruhi banyak hal mulai dari pakan yang tersedia cukup serta sedikitnya ayam petelur terkena penyakit.

Kepala Dinas Pertanian Tabanan Nyoman Budana untuk pendataan jumlah ayam petelur dan produksinya memang baru tercatat hingga 2017. “Untuk data yang terbaru biasanya belum ada data pasti karena masih berfluktuasi,” ujarnya.

Baca juga:  Indeks Harga Konsumen China Alami Peningkatan

Menurutnya, peternak ayam petelur di Tabanan paling banyak berada di wilayah Penebel. Menurut Kasi Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Tabanan, Drh I Gusti Ngurah Wiksuara, penyakit yang kerap menginfeksi ayam petelur adalah Egg Drop Syndrome. Penyakit ini merupakan penyakit akibat virus yang menyebabkan kulit telur menjadi lembek. “Pencegahan penyakit ini biasanya dengan vaksinasi,” ujarnya.

Sementara itu salah satu peternak telur di Desa Buruan Penebel Tabanan, Darma Susila mengungkapkan pada 2018 ini populasi ayam petelur dipastikan berkurang meski tidak bisa ditentukan angka pastinya. Hal ini dikarenakan harga jual telur yang mengalami fluktuasi.

Baca juga:  Hari Stroke Sedunia: Pahami Risiko dan Pencegahan Penyakit Stroke

Tingginya pergerakan harga telur ayam bisa dilihat dalam kurun waktu 2017, harga telur ayam ini sempat menyentuh harga hingga Rp 1.300 per butir dan turun hingga mencapai harga Rp 900 per butir. “Penurunan harga ini jauh di bawah kisaran Break Event Point (BEP) usaha ternak ayam petelur yang berada dikisaran Rp 1.100 per butir,” ujarnya.

Lanjut Darma, tahun 2018, harga telur sempat mencapai harga tertinggi yaitu Rp 1.370 per butir. Namun saat ini harga ini kembali turun menjadi Rp 1.300 per butir. Menurut Darma penurunan harga telur ini karena adanya penurunan permintaan pasar.

Baca juga:  Subak Ageng Sukawati, Salah Satu Kawasan Pertanian Tembakau

Penurunan harga telur ini cukup memberatkan produsen. Sebab, dalam waktu yang hampir berbarengan, pabrik pakan malah menaikan kembali harga jual. Per 27 Agustus, harga pakan naik dari Rp 5.600 per kg menjadi Rp 5.850 per kg. Kondisi tersebut diperparah lagi dengan kenaikan bahan baku pakan lokal, yakni harga jagung yang naik dari Rp 3.800 per kg jadi Rp 4.500 per kg. (Wira Sanjiwani/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *