DENPASAR, BALIPOST.com – Untuk menjaga stabilitas dan memperkuat momentum pertumbuhan di tengah ketidakpastian ekonomi keuangan global, maka Bank Indonesia membuat bauran kebijakan ekonomi atau ramuan kebijakan. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, Indonesia saat ini tengah menghadapi ketidakpastian khususnya ekonomi keuangan global.
Ekonomi dan keuangan global berkaitan dengan pola pertumbuhan ekonomi global yang berlangsung, yaitu lebih banyak bertumpu pada Amerika. Pertumbuhan ekonomi global 3,8 persen.
Tahun depan diprediksi 3,6 persen. Namun pertumbuhan ekonomi yang kuat hanya Amerika Serikat. Sementara negara lain pertumbuhannya menurun. Sehingga terjadi ketidakseimbangan sumber pertumbuhan.
Ketidakpastian kedua berkaitan dengan kenaikan suku bunga bank sentral Amerika. Kemungkinan bank sentral Amerika akan menaikkan kembali suku bunganya yaitu di bulan September dan Desember.
Ini menimbulkan banyak investor global menarik dananya dari negara berkembang termasuk Indonesia (capital outflow). Hal ini pula yang menjadi penyebab tertekannya nilai tukar mata uang di berbagai negara. “Karena suku bunga Amerika naik, investor keluar dan lebih cenderung menarik dananya dari negara berkembang (emerging market) termasuk Indonesia. Mereka lebih ingin menanamkan dananya di Amerika,” ungkapnya saat International Conference and Call for Papers, Buletin of Monetery Economy and Banking (BMEB) ke-12, Kamis (30/8) di Anvaya Hotel.
Ketidakpastian ketiga adalah ketegangan perdagangan antara Amerika dan Cina, Amerika dan Eropa, Kanada dan Turki. Karena ketidakpastian ini juga yang menyebabkan investor menarik dannaya dari negara berkembang.
Untuk merespons ketidakpastian itu, agar stabilitas ekonomi keuangan terjaga, tidak hanya memperkuat ketahanan ekonomi tapi juga mampu merumuskan bauran kebijakan (policy mix) atau ramuan kebijakan. Ramuan kebijakan itu terdiri dari optimalisasi sejumlah instrumen. Ia menggunakan instrument kebijakan suku bunga, agar stabilitasnya terjaga.
Suku bunga acuan dinaikkan sampai saat ini menjadi 5,50 bps. Suku bunga dinaikkan bukan karena inflasi tinggi atau pertumbuhan ekonomi jelek, dan juga bukan karena pertumbuhan kredit mengalami perlambatan. Namun untuk menarik dana–dana di tengah ketidakpastian. “Agar daya tarik dari aset keuangan kita khususnya obligasi pemerintah tetap menarik. Karena investor global itu menarik dananya dari berbagai belahan, kita harus menjaga supaya imbal hasil dari obligasi kita dan dari saham, tetap menarik,” jelasnya.
Dalam ramuan kebijakan itu, kenaikan suku bunga didukung pula dengan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah, melalui intervensi ganda. “Nilai tukar tukar kita memang berdasarkan mekanisme pasar. Tapi BI akan siap untuk melakukan intervensi jika perkembangan nilai tukar memang tidak normal,” katanya.
Intervensi pasar dengan cara mensupply pasokan valas di pasar. Di samping itu BI juga mengeluarkan instrumen Swap. Ini untuk memberikan bantuan para pengusaha baik eksportir, importir untuk memenuhi kebutuhan valasnya.
Pengusaha melakukan Swap ke bank, bank melakukan swap ke Bank Indonesia. “Kalau kebutuhan valasnya tidak sekarang, tapi sebulan lagi, atau 3 bulan lagi, 6 bulan lagi, 9 bulan lagi, 12 bulan lagi itu bisa memenuhinya melalui Swap,” ungkapnya. (Citta Maya/balipost)