MANGUPURA, BALIPOST.com – Berbagai persoalan masih dialami di lapanggan oleh petani maupun umkm untuk memaksimalkan hasil produksi. Salah satunya yang dialami petani adalah permasalahan pasca panen untuk efesiensi.

Karena tidak adanya teknologi untuk bisa memperlama usia produk, tentu hal itu bisa mengurangi efesiensi. Hal yang sama juga dialami oleh pelaku umkm. Seperti yang disampaikan Jend (Pur). Dr. H. Moeldoko, S.IP, selaku Kepala Staf Kepresidenan RI saat menjadi pembicara pada seminar Bakti Desa IV di kampus Unud Jimbaran, Jumat (31/8).

Diungkapkan Moeldoko, tidak hanya persoalan teknologi, persoalan manajemen juga masih menjadi kendala. Selain itu persoalan network dan juga pemasaran termasuk juga bagaimana packaging/kemasan perlu dicarikan solusi. “Inilah persoalan yang hampir sama dialami baik petani maupun umkm,” pungkasnya.

Baca juga:  Jika Sesuai Aturan, Pungutan Desa Adat Bukan Pungli

Dalam konteks pembangunan desa kata Moeldoko, kekuatan atau peluang yang bisa dimanfaatkan adalah pemanfaatan teknologi digital. Meski demikian, pihaknya mengharapkan penerapan teknologi digital bisa digunakan untuk kepentingan-kepentingan ekonomis. Jangan malah digunakan untuk membuat kegiatan yang tidak produktif.  “Ini sebuah peluang yang sungguh sangat baik untuk menggunakan tekonologi atau digitalisasi untuk kebutuhan ekonom. Ini juga peluang sangat baik untuk menggerakkan desa,” ucapnya.

Baca juga:  Hadapi Era Baru, Desa Adat Diminta Buat Perarem Cegah COVID-19

Diungkapkannya, ada beberapa tantangan dan indikator utama dalam pembangunan desa. Diantaranya ketahanan pangan, pembangunan SDM dan asupan gisi, Tingkat kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, sanitasi dan kesehatan. Salah satu indeks pembangunan manusia menutunya bisa dinilai dari jamban atau ketersediaan wc warga. “Hal ini agar bisa dijadikan pedoman dari kepala desa untuk bisa dijalankan. Sehingga apa yang ingin dicapai bisa berjalan dengan baik,” ujarnya.

Diakuinya, Bali terkenal di dunia, karena memiliki desa adat. Bali dikatakan menarik bagi visitor karena memiliki desa adat. Itu harus tetap dikelola dengan baik, jangan malah dikecilkan. Karena Desa Adat sendiri kata Moeldoko menjadi kekuatan dan sebagai simbol yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Namun, dalam pengelolaanya tetap harus  berkolaborasi dengan desa (desa dinas) yang ada. “Sekali lagi kekuatan Bali ada disitu. Desa adat menjadi kekuatan. Adat itu secara tidak langsung membawa implikasi positif,” akunya.

Baca juga:  2018, Pembangunan Pasar Loka Crana Dilanjutkan

Saat ini Desa dinas memang memiliki dana yang cukup besar. Apabila ini saling mendukung, tentu hasilnya akan sangat baik. “Saya malah tidak setuju adanya upaya untuk menyatukan desa dengan desa adat,” terangnya. (yudi karnaedi/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *