Paiketan Krama Bali menggelar rapat terkait tindak lanjut pertemuan dengan Pelindo III soal pembangunan Pelabuhan Benoa. (BP/lun)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pelabuhan Benoa mesti difungsikan sebagai pelabuhan saja, sehingga tidak mengambil fungsi di luar itu. Tidak perlu ada pembangunan sarana kepariwisataan di sana. Hal itu terungkap saat rapat Paiketan Krama Bali dengan sejumlah kalangan, Minggu (2/1).

Ketua Umum Paiketan Krama Bali (PKB), Agung Suryawan Wiranatha menyampaikan, rapat yang digelar itu menindaklanjuti pertemuan Paiketan dengan pihak Pelindo beberapa waktu lalu terkait dengan rencana pengembangan, termasuk Amdal dan kelengkapan izin-izinnya.
Dikatakan, pembangunan infrastruktur di Bali mesti sesuai dengan RTRW dengan memperhatikan aspek sosial budaya, lingkungan dan kepentingan masyarakat Bali.

Dokumen yang dimiliki Pelindo perlu dikritisi agar tidak berdampak terhadap kerusakan lingkungan. Menurutnya, Pelindo mesti fokus pada fungsi pelabuhan untuk memperlancar arus barang dan penumpang. “Jangan ada fasilitas pertunjukan kesenian dan shopping center karena sudah ada di tempat lain, sehingga tidak mematikan aktivitas yang sudah ada,” katanya.

Ketua Umum Puskor Hindunesia Ida Bagus Susena yang ikut dalam rapat menyampaikan, mesti dipetakan kebutuhan Pelabuhan Benoa. Ia tidak setuju dengan pembangunan sarana kepariwisataan di Pelabuhan Benoa. ”Kembalikan fungsi Pelabuhan Benoa ke fungsi pelabuhan saja, sehingga tidak mengambil fungsi di luar pelabuhan,” ujarnya.

Baca juga:  Jasad ABK Ditemukan Mengambang di Pelabuhan Benoa

Jika pengembangannya untuk kapal pesiar, menurutnya lebih baik memungsikan Dermaga Tanah Ampo, sehingga terjadi pemerataan kue pariwasata. Jadi semua pihak harus ikut mengawal setiap langkah pembangunan Bali.

Pembangunan Bali perlu menjadi konsen bersama. Semua pihak harus melek jaga Bali agar tidak mengalami kehancuran.

Ketua Bidang Palemahan Paiketan Krama Bali Dr. Eng. I Wayan Kastawan, S.T., M.A. menyampaikan, dalam konteks pembangunan berkelanjutan khususnya perhubungan laut, perlu dikaji dari sisi sosial budaya, lingkungan, dan ekonomi. Terkait Pelabuhan Benoa, pengembangannya mesti dikaitkan dengan kebutuhan Bali. Oleh karena itu fungsi pelabuhan Benoa hendaknya mendukung kebutuhan prioritas masyarakat Bali.

Dalam rapat juga dipertanyakan istilah fasilitas penunjang kepariwisataan dalam dokumen tersebut. Bahkan, dilihat ada beda peta antara reklamasi laut di pelabuhan Benoa dengan RTRW Kota Denpasar No. 27 Tahun 2011. Wilayah yang direklamasi tak sesuai dengan planning. Zona bisnis dan perdagangan tercatat 16,7 Hektar (tahap 1), 22 hektar (tahap 2), 22 hektar (tahap 3) dan 22 hektar (tahap 4). Total zona bisnis dan perdagangan hampir 80 hektar.

Baca juga:  Menhub : Sabang Bisa Menjadi Pelabuhan Transhipment

Penasihat Paikatan Krama Bali Made Mandra menyampaikan, jika terjadi penambahan fungsi pelabuhan untuk kepentingan pariwisata maka akan terjadi tekanan demografi 2.000 orang. Ini akan menambah kemacetan.

Dikatakan, tata ruang Kota Denpasar harus menjadi payung hukum Amdal tersebut. Detailnya harus dikritisi apakah akan mematikan lingkungan atau tidak.

Ia bandingkan dengan luas BTDC yang 300 hektar, hanya 9 hektar fasilitas business. Kenapa Pelindo bikin kawasan bussines hampir 80 hektar dari 143 hektar.

Ditegaskan, pengerukan laut untuk memperluas alur akan berdampak abrasi pada daerah Nusa Dua, Tanjung Benoa, dan sekitarnya.

Hal yang sama disampaikan Agung Ngurah Arwata yang mantan Bapedda Bali. Ia menyampaikan aktivitas pengembangan Pelabuhan harusnya tetap berpedoman pada Amdal. Pelindo tidak hanya membutuhkan Amdal, tetapi juga memperhatikan dampak lingkungan.

Baca juga:  Nekat Terobos KRB, Truk Pasir Terancam Diusir

Wakil Ketum Ikatan Arsitek Indonesia Ketut Rana Wiarcha, menyampaikan Jika hasil pengurugan di Pelindo itu mangkrak, maka berarti merusak lingkungan. Lalu siapa yang akan bertanggung jawab terhadap kerusakan itu, apakah Pelindo, pemberi izin, perancang dan siapa yang mengerjakan Amdalnya.

Penasihat Paiketan Krama AA Gde Rai menegaskan kita sudah berhasil menolak reklamasi Teluk Benoa. Jika ada reklamasi di Pelabuhan Benoa, jangan-jangan ini rencana tersembunyi yang berkaitan dengan Reklamasi Teluk Benoa. Ia juga berharap Keppres No. 51 Tahun 2014 dicabut untuk mencegah reklamasi Teluk Benoa yang dampaknya dinilai sangat berbahaya bagi masyarakat Bali.

Jro Mangku Suteja menyampaikan desa wisata harus tetap menjadi andalan Bali untuk menghidupi masyarakat perdesaan. Bali harus dikembangkan dengan tetap mempertahankan karakteristik aslinya, bukan Bali modern dengan karakteristik budaya asing. (Subrata/balipost)

BAGIKAN

2 KOMENTAR

  1. Waspada…kedok pelebaran alur utk bisa gayung bersambut dg reklamasi teluk benoa yg sdh tdk memiliki legalitas…ijin daluwarsa. Saya setuju kawasan pelabuhan bukan sbg tempat usaha… pelabuhan ya pelabuhan.

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *