BANGLI, BALIPOST.com – Kopi Kintamani selama ini menjadi salah satu komoditi pertanian unggulan yang banyak dihasilkan petani di Kintamani, selain jeruk. Cita rasanya yang khas membuat kopi Kintamani tak hanya diminati pasar di dalam negeri, namun juga luar negeri.

Meski sudah dikenal hingga ke luar negeri, tak banyak petani kopi di Kintamani yang mau memasarkan kopinya dengan cara mengekspor langsung ke negara luar. Petani kopi di Kintamani lebih memilih menual biji kopi hasil panennya dalam bentuk gelondongan merah hingga mengolahnya dalam bentuk HS (berkulit tanduk kering) atau biji hijau (green been).

Kenyataan itu diakui salah seorang petani kopi di Desa Catur, Kintamani Gusti Mangku Rupa. Dia mengatakan kopi arabika Kintamani selama ini telah dikenal dunia.

Baca juga:  Naik Lagi, Tambahan Kasus COVID-19 Nasional Masih di Atas 4.000

Kopi Kintamani yang sudah bersertifikat sejatinya memiliki banyak peminat di luar negeri. Pasar ekspor kopi kintamani cukup lebar. Akan tetapi tak banyak petani kopi lokal di Bangli yang mengekspor kopinya langsung ke luar negeri.

Menurut Gusti Mangku Rupa adapun penyebab petani kopi lokal mengalami hambatan mengekspor langsung kopinya. Karena, terbatasnya akses pasar ekspor.

Pasar ekspor selama ini dikuasai eksportir besar. Di samping itu petani juga masih terkendala surat izin ekspor. Karena itulah, petani selama ini lebih memilih menjual kopinya kepada eksportir. “Kendala lain karena selain pemasaran adalah tenaga kerja untuk sortasi. Menyortir kopi untuk mencari grade yang diinginkan lumayan berat. petani juga belum punya mesin untuk sortasi sehingga harus dilakukan manual,” jelasnya Minggu (9/9).

Baca juga:  Dari Perhelatan IMF-WB, Segini Pemasukan untuk Bali

Rupa mengatakan, selama ini sejatinya sempat dibentuk koperasi MPG (Masyarakat Perlindungan Geografis) yang dikelola pihak provinsi. Tujuan dibentuknya koperasi itu untuk menghimpun seluruh produksi kopi petani menuju pasar ekspor.

Akan tetapi koperasi tersebut tidak bisa berjalan sesuai harapan. Koperasi yang dibentuk 2013 lalu itu hanya sempat melakukan eksport beberapa kali.

Ia berharap, keberadaan koperasi tersebut bisa kembali aktif. Di samping itu dia juga berharap ada perhatian dari stakeholder terkait pemasaran kopi di Bangli, sehingga pemasaran bisa maksimal.

Baca juga:  Banjir Bandang di Sidembunut Rusak Jaringan Pipa PDAM

Sementara itu, disinggungg mengenai harga kopi saat ini, Rupa menyebutkan cukup baik dalam beberapa tahun terakhir. Pada musim panen terakhir, harga kopi gelondong merah tembus Rp 9.500 per kilogram.

Sementara kopi HS tembus Rp 65 ribu per kilogram dan Greenbean Rp 90 ribu per kilogram. Pada tahun 2012 hingga 2014 harga kopi sempat anjlok. Untuk yang gelondong merah, hanya laku dijual Rp 6 ribu, HS Rp 30 ribu hingga Rp 31 ribu, dan greenbean Rp 40 ribu. (Dayu Swasrina/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *