BANYUWANGI, BALIPOST.com – Warga Desa Kepundungan, Kecamatan Srono, Banyuwangi memiliki tradisi unik menyambut datangnya tahun baru Hijiriah. Menjelang malam 1 Suro, Senin (10/9) sore, mereka menggelar gerebek gunungan.

Ritual diakhiri dengan berebut gunungan, terbuat dari sayuran dan aneka buah-buahan. Gerebek diawali dengan mengarak gunungan raksasa. Total 25 gunungan diarak.

Tumpeng raksasa ini bahannya beragam. Mulai aneka sayuran, umbi-umbian hingga makanan siap saji.

Setelah gunungan berkumpul, warga mengaraknya keliling kampung. Selama arak-arakan, warga menyambut di depan rumah masing-masing. Para pengarak gunungan berseragam adat Using, pakaian khas Banyuwangi.

Baca juga:  Jokowi Minta Urusan Masker Dikerjakan Massif

Hampir dua jam berkeliling desa, arak-arakan gunungan tiba di pusat desa. Seluruh gunungan dijajar rapi. Lalu, dipimpin tokoh adat setempat, warga berdoa. Ritual diakhiri dengan berebut gunungan.

Seluruh warga saling menarik sayuran dan bahan lain yang tertempel di gunungan. “Kita berebut sayuran dan lainnya dari gunungan. Apapun yang kita dapat ini, adalah berkah,” kata Vivi, salah satu warga.

Wanita ini ikut berebut gunungan bersama ratusan warga lainnya. Sayuran dari gunungan akan dimasak. Lalu, disantap bersama keluarga. Dengan mendapat berkah gunungan, warga meyakini akan mendapat keberuntungan selama setahun ke depan.

Baca juga:  Ke Bali, Obor Asian Games Disiapkan Kapal Khusus

Tokoh warga Desa Kepundungan, Andre Subandrio mengatakan tradisi gerebek gunungan ini baru tujuh kali digelar di desanya. Awalnya, warga setempat hanya menggelar selamatan di masing-masing RT dan RW.

Akhirnya, disepakati digelar gerebek gunungan setiap datangnya 1 Suro. “Ini kan tahun baru, jadi kita meminta berkah agar bisa selamat dan murah rezeki setahun ke depan,” ujarnya.

Gunungan yang dibuat sengaja menggunakan bahan dari hasil pertanian. Sebab, mayoritas warga setempat adalah petani.

Baca juga:  Pertama Kali, World Water Forum Hasilkan Deklarasi Tingkat Menteri

Menurutnya, tradisi gerebek 1 Suro adalah warisan turun temurun. Sehingga, tidak pernah ditinggalkan warga.

Di desa ini terdapat tiga petilasan yang disakralkan warga. Konon, peninggalan zaman Blambangan. Yakni, mata air Sumber Jeding, bukit Gumuk Patih dan bukit Tunggul Manik. “Sampai sekarang, jika warga akan menggelar hajatan harus selamatan di ketiga tempat tersebut. Intinya meminta izin,” ujarnya.

Sumber Jeding, kata dia, memiliki keistimewaan. Airnya tak pernah kering sepanjang tahun. (Budi Wiriyanto/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *