MANGUPURA, BALIPOST.com – Rencana untuk memberlakukan pungutan 10 dolar per wisatawan mancanegara (wisman) sebetulnya bukan hal baru. Beberapa negara bahkan sudah menerapkan hal itu.
Akan tetapi, pungutan itu nantinya mesti dikemas dengan kreatif dan tidak membuat kaget wisatawan. “Coba saja benchmark, beberapa negara memberlakukan itu. Jadi kalau di dalam marketing itu ada namanya elasticity. Kalau sesuatu dinaikkan harganya, pasti (kunjungan) akan turun,” ujar Menteri Pariwisata RI, Arief Yahya disela-sela peresmian Patung GWK di Bukit Ungasan, Badung, Sabtu (22/9).
Menurut Arief, perlu dihitung pungutan 10 dolar itu memberikan kenaikan berapa persen dan seberapa sensitif wisatawan dengan adanya kenaikan itu. Kalau masih positif, rencana itu tentu boleh dilakukan.
Sebaliknya, jika berimbas pada penurunan kunjungan yang cukup tajam atau negatif, maka Bali harus berhati-hati sebelum menerapkannya. “Mungkin cara terbaik agar tidak kaget adalah memberikan charge yang orang tidak merasa terlalu berat. Misalnya, (pungutan) tidak terlalu besar dan bertahap,” imbuhnya.
Arief menambahkan, pungutan itu mesti dikemas kreatif. Sebagai contoh, sudah termasuk dengan asuransi bagi wisatawan selama berada di Bali. Dengan begitu, wisatawan tidak akan merasa berat.
Pemprov Bali khususnya Dinas Pariwisata kembali membahas rencana pungutan bagi wisatawan untuk perlindungan dan asuransi budaya Bali. Dulu rencana ini sempat ditolak lantaran tidak memiliki payung hukum yang pas.
Padahal, pungutan berupa pajak ataupun retribusi ini dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan pariwisata di Pulau Dewata. “Untuk perlindungan budaya, untuk perlindungan lingkungan, insurance, infrastruktur, banyak dipakai. Rencananya dikenakan 10 dolar per wisatawan. Dulu sudah pernah kita mencoba tapi ditolak karena regulasi yang nanti memayungi belum ketemu,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, A.A. Gede Yuniartha Putra.
Menurut Yuniartha, memang tidak mudah untuk menerapkan kebijakan ini di Bali. Pembahasannya pun tidak bisa dilakukan dengan grasa-grusu. Pihaknya masih harus duduk bersama dengan Kementrian Keuangan, Kementrian Dalam Negeri, dan komponen pariwisata. “Kita masih mencari formula yang baik supaya tidak salah nanti saat memungut ke wisatawan,” jelasnya. (Rindra Devita/balipost)