DENPASAR, BALIPOST.com – Rencana pungutan 10 dolar per wisatawan mancanegara (wisman) terus dimatangkan. Terlebih, hal itu dilakukan untuk menjaga budaya Bali ditengah masifnya tekanan pariwisata saat ini.
Tekanan pariwisata tentu berkorelasi dengan beban pelaku budaya dalam melaksanakan aktivitasnya. “Besaran nilai, tentu harus dibuatkan kajian yang tepat sehingga apa yang kita pungut sesuai dengan apa yang kita berikan,” ujar Anggota Komisi II DPRD Bali, A.A. Ngurah Adhi Ardhana, Senin (24/9).
Pungutan untuk wisatawan tersebut, lanjut Adhi Ardhana, dapat menjadi pendapatan yang mengikat khususnya bagi Pemprov Bali. Dengan demikian, pemerintah menjadi lebih ringan pada saat menggelontorkan anggaran untuk sektor budaya. Anggaran yang tersisa akhirnya dapat diarahkan ke program-program unggulan lainnya. “Pola dan perundangannya harus dikuatkan ataupun disiapkan sehingga wacana yang sebenarnya sudah cukup lama muncul, tidak mentah lagi. Tapi jalan sebenarnya ada melalui kerjasama dengan Angkasa Pura dan Pelindo,” imbuh Politisi PDIP dari Kota Denpasar ini.
Menurut Adhi Ardhana, kerjasama dengan dua BUMN ini merupakan peluang terbesar untuk bisa menerapkan pungutan itu. Mengingat, keduanya merupakan pelaksana di gerbang kedatangan internasional sehingga harus selalu siap memberikan layanan terbaik bagi tamu asing yang datang. “Jadi (pungutan) dalam rangka melindungi budaya demi keberlangsungan layanan terbaik dari kedua institusi tersebut,” jelasnya.
Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Bali, Gde Ketut Nugrahita Pendit mengatakan, Bali selama ini dikenal karena pariwisata budayanya. Penting untuk menjaga adat istiadat dan budaya Bali tetap lestari, namun biaya yang dibutuhkan tidak sedikit. Oleh karena itu, perlu ada pungutan atau retribusi untuk pemeliharaan dan perawatan pusat-pusat kebudayaan Bali bagi para wisatawan. “Kalau kebudayaan tidak dijaga, taksu Bali bisa hilang nanti,” ujarnya.
Di sisi lain, lanjut Pendit, Pajak Hotel dan Restoran (PHR) yang kini dikelola Pemkab Badung agar dikembalikan lagi pengelolaannya ke Pemprov Bali. Mengingat, konsep tata kelola pemerintahan gubernur yang baru adalah one island, one management.
Sebelumnya, Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali, I Made Santha mengatakan, pariwisata merupakan bagian dari peluang pendapatan selain dari pajak kendaraan bermotor. Apalagi melihat sejumlah negara, termasuk Malaysia, sudah memberlakukan tourist tax. Ide serupa sebetulnya telah tercetus 5 tahun lalu di Bali dengan nama heritage protection and insurance. “Inti dari skema ini adalah bagaimana para turis yang berkunjung ke Bali nanti ada dikenakan sejenis tambahan –lah. Apakah itu tax bentuknya, apakah fee bentuknya, itu nanti silakan dirumuskan karena semua dana ini dipakai untuk menjaga pariwisata Bali yang berkelanjutan,” ujarnya.
Menurut Santha, butuh keseriusan untuk menjaga pariwisata Bali agar berkelanjutan. Mengingat, hampir 80 persen masyarakat ditopang oleh sektor pariwisata. Sementara pendapatan asli daerah (PAD) Bali terbatas untuk membiayai hal itu. Jika heritage protection and insurance bisa diterapkan, proyeksi pendapatan yang bisa diraih paling sedikit mencapai Rp 700 miliar per tahun. “Itupun baru kita melihat orang asing saja, belum melihat wisatawan domestik,” imbuhnya. (Rindra Devita/balipost)