Sejumlah anggota Basarnas melakukan evakuasi korban gempa dan tsunami, di Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (30/9). (BP/ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat korban meninggal dunia hingga pukul 13.00 WIB, Minggu (7/10) mencapai 1.763 orang. Sebanyak 5.000 korban diperkirakan hilang atau belum diketahui keberadaannya.

“Dari 1.763 orang yang meninggal dunia, sebanyak 1.755 jenazah telah dimakamkan,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam konferensi pers “Update Tanggap Bencana Sulawesi Tengah” di Kantor BNPB, Jakarta, Minggu (7/10).

Sutopo memperkirakan jumlah korban jiwa masih akan terus bertambah karena memang tim SAR (tim pencarian dan penyelamatan) gabungan yang dikoordinir oleh Basarnas terdiri dari TNI, Polri, Kementerian ESDM, relawan bahkan masyarakat masih terus melakukan pencarian korban. Masa tanggap darurat evakuasi korban gempa Palu akan berakhir Kamis (11/10).

Baca juga:  2022, Bali akan Jadi Lokasi Promosi Pariwisata Aman Bencana di Kancah Dunia

BNPB juga mencatat, satu korban jiwa berkewaganegaraan Korea Selatan dan dimakamkan oleh pihak keluarganya. Secara rinci dijelaskan, korban jiwa itu terdiri dari 159 orang di Donggala, 1.519 orang di Kota Palu, 69 orang di Sigi, 15 orang di Paragi Moutong, dan satu orang di Pasangkayu, Sulbar.

Dari 1519 korban meninggal dunia di Kota Palu, sebagian besar akibat diterjang tsunami dan tidak sempat menyelamatkan diri. “Kota Palu memang paling banyak. Korban paling banyak adalah disebabkan tsunami untuk di Kota Palu,” ucapnya.

Selain korban meninggal dunia, terdapat juga korban yang mengalami luka berat sebanyak 2.632 orang dan sedang menerima perawatan di rumah sakit. Sutopo mengatakan masih banyak korban yang tertimbun dan belum ditemukan sampai saat ini. Diperkirakan korban yang tertimbun dan sulit untuk dievakuasi jumlahnya bisa mencapai 5.000 orang yang dinyatakan hilang atau belum diketahui keberadaannya.

Baca juga:  Evakuasi Jenazah Pendaki Gunung Raung Terkendala Cuaca

Ia mencontoh, seperti di wilayah Balaroa maupun Sigi. Wilayah Balaroa diketahui termasuk salah satu daerah paling parah yang terdampak gempa Palu. Sejumlah permukiman di wilayah tersebut amblas akibat likuifaksi tanah.

Untuk wilayah Balaroa dengan kondisi seperti itu pemerintah berencana untuk merelokasi warga yang selamat untuk direlokasi ke tempat yang lebih aman. “Daerah yang banyak korban tertimbun seperti Balaroa itu nanti tidak untuk permukiman lagi. Pemda akan cari lokasi yang baru untuk tempat tinggal,” ujar Sutopo.

Baca juga:  Ada Potensi Tsunami, Kemenhub Pantau Infrastruktur Transportasi Laut di Banten

Untuk proses proses relokasi warga, nantinya akan melibatkan para ahli untuk memetakan lokasi yang aman. “Di daerah itu tidak boleh lagi untuk permukiman,” tegasnya.

Wilayah Balaroa, menurut Sutopo dapat dimanfaatkan untuk fasilitas publik seperti hutan kota, lapangan olahraga, maupun museum tentang mitigasi bencana. Fasilitas itu dinilai akan lebih berguna bagi masyarakat agar lebih waspada menghadapi bencana. “Kita butuh bangunan seperti museum ini sebagai penanda sehingga masyarakat teredukasi dan siap menghadapi bencana,” ujarnya.

Gempa bumi yang diikuti dengan tsunami terjadi pada Jumat (28/9/2018) pukul 18.02.44 Wita, gempa berkekuatan 7,4 Skala Richter (SR) mengguncang Kota Palu, Kabupaten Donggala dan Kabupaten Sigi serta wilayah sekitarnya di Sulawesi Tengah.(har)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *