Ketika sebagian masyarakat sepertinya tidak bisa lepas dari ketergatungan media sosial, maka segala macam aspek akses serta eksesnya akan muncul. Salah satunya adalah berita bohong atau hoax. Sudah sejak lama kita memerangi hal ini sehingga kemudian muncullah Undang-undang ITE.
Ini diharapkan sebagai salah satu aspek pembelajaran agar masyarakat lebih bijaksana serta bertanggung jawab dalam bermedia sosial. Rasanya semua elemen masyarakat sudah mulai peduli dan perhatian tentang bagaimana bahayanya hoax. Itulah sebabnya, elemen bangsa itu mulai mengenalkan bagimana cara serta sikap kita menghadapi suatu berita dengan positif. Menelaah, menyaringnya terlebih dulu sebelum disebarkan merupakan langkah awal yang baik.
Walaupun begitu, masih tetap saja makin beseliweran berita semacam itu di media sosial. Tidak hanya dari kalangan kelas bawah, dan parahnya kelas atas yang termasuk figur publik pun terjangkiti virus hoax. Kasus terakhir yang mencemaskan adalah kasus Ratna Sarumpaet. Walaupun kini kasusnya sudah di ranah hukum, tentu kita hanya bisa mengurut dada bagaimana hal ini bisa terjadi. Artinya, orang yang punya tingkat pemahaman tinggi pun soal komunikasi bisa terjerumus, apalagi yang tidak.
Ini adalah satu contoh. Ini pelajaran moral. Pelajaran budi pekerti yang semestinya selalu dan harus digencarkan di sekalah-sekolah. Mulai dari TK, SD, SMP, maupun SMA. Ini pelajaran tingkat dasar yang sangat penting. Sangat-sangat penting.
Tidak cukup hanya dikenal di rumah tangga tetapi mesti diulang dan diulang di berbagai media pembelajaran. Untuk menegaskan kembali bahwa kita tidak boleh berlaku semaunya untuk mencapai tujuan. Tidak boleh menghalalkan segala cara. Itu salah. Sangat-sangat salah. Kalau melanggar, tidak hanya mencederai norma sosial dan agama tetapi juga tangan-tangan hukum akan menanti.
Kita mungkin telanjur biasa menggunakan media sosial untuk mengunggah berbagai masalah. Tentu hal ini perlu dikaji ulang, terutama soal pemberitaan. Kita mesti check dan recheck. Selalu bertanya soal sumber berita.
Mengkajinya dengan saksama apakah masuk akal atau tidak. Apakah melanggar norma kesopanan, kepatutan, norma agama dan lainnya atau tidak. Apakah tidak berbau pornografi, sadisme atau SARA dan sebagainya. Selalu bertanya, bertanya, dan bertanya. Rekam jejak digital akan tidak bisa dihapus. Itu akan menunjukkan kualitas diri kita sebenarnya. Jangan sampai mencederai diri sendiri maupun orang lain.
Lagi-lagi ini soal ketokohan, teladan. Siapa yang patut ditiru, digugu, dan dicontoh. Sekarang masih sangat minim. Itulah masalahnya. Banyak generasi muda kita yang kekurangan sosok panutan. Mereka yang mestinya berbuat baik dan benar justru sebaliknya. Kurang karakter moral dan spiritual serta nasionalisme. Kita memang lagi krisis. Tidak semata- mata karena masalah hoax tetapi soal karakter serta identitas.