MANGUPURA, BALIPOST.com – Makin luasnya potensi pasar dan kapabilitas finansial, harus segera ditindaklanjuti penggunaan dan kualitas inklusi finansialnya untuk mentrasformasi kekuatan financial technology (fintech) dalam inklusi tersebut. Demikian kesimpulan yang ditekankan para gubernur bank sentral, pimpinan institusi pendanaan, dan wakil-wakil dari hampir 40 negara, saat pelaksanaan pertemuan ke-11 yang diorganisir G-24 dan Aliansi Inklusi Finansial (Alliance for Financial Inclusion –AFI).
Kegiatan yang berlangsung Rabu (10/10) serangkaian kegiatan pertemuan tahunan IMF-WBG 2018 mengangkat tema dukungan jaringan yang diperlukan untuk mengimplementasikan Fintech dalam inklusi finansial. Menurut Direktor Sekretariat G-24, Marilou Uy, isu utama saat ini adalah bagaimana menyadari potensi dari Fintech dalam inklusi finansial, serta mencari keseimbangan antara menciptakan ruang pendukung untuk inovasi dan membuat kebijakan yang ramah terhadap industri untuk melindungi stabilitas finansial serta melindungi konsumen.
Kesuksesan untuk menggunakan Fintech dalam inklusi finansial, lanjutnya, memerlukan dialog dan saling berbagi pengalaman untuk mengeksplorasi model kebijakan yang sukses diterapkan. “Utamanya menyeimbangkan proteksi konsumen, stabilitas keuangan, dan integritas finansial,” ujarnya.
Ditambahkan Wakil Gubernur Bank Sentral Arab dan Wakil Dewan Pimpinan AFI, Lobna Helal, “kita perlu bekerja bersama untuk mengindentifikasi dan mengimplementasi solusi teknologi yang mampu memecahkan hampir seluruh persoalan inklusi finansial, seperti de-risking, memperkecil gender gap dalam inklusi keuangan, dan inklusi keuangan untuk komunitas yang rentan, seperti mereka yang sedang mengungsi,” katanya.
Profesor Hukum Universitas Hong Kong, Dr. Douglas Arner, mengatakan dari pengalaman mempelajari sejumlah negara-negara yang sukses mengimplementasi Fintech dalam inklusi keuangan, ada 4 fokus yang harus diutamakan. Ia mengatakn empat pilar ini, yakni identitas digital dan eKYC (electronic know your customer), sistem pembayaran elektronik terbuka, pembukaan rekening, dan digitalisasi pembayaran akan meningkatkan penyebaran layanan finansial.
Kerangka kerja Fintech dalam inklusi keuangan, sebut Direktur Eksekutif AFI, Dr. Alfred Hannig, merupakan dasar dari pembentukan aliansi ini. Ia mengatakan belum lama ini diadopsi Sochi Accord yang berisi tentang inisiatif yang bisa diimplementasikan Fintech dalam inklusi keuangan. “Accord ini juga menyarankan agar negera berkembang dan maju mengadakan dialog untuk belajar dari satu sama lain,” tambahnya.
Sementara itu, dalam pertemuan tersebut Wakil Direktur Departemen Pendanaan dan Pasar Modal IMF, Aditya Narain mempresentasikan Bali FinTech Agenda yang isinya sejalan dengan Sochi Accord. (kmb/balipost)