Pertemuan IMF-Bank Dunia yang berlangsung di Bali, kiranya mempunyai manfaat banyak bagi kedua belah pihak. Ini merupakan pertemuan penting bagi Indonesia untuk memperlihatkan kondisi nyata kepada anggota lembaga IMF tersebut.
Tidak tanggung-tanggung, lembaga ini telah mempunyai sekitar 189 anggota. Dan jumlah seluruh partisipan yang datang ke Bali, mencapai puluhan ribu orang. Tentu ini memberikan keuntungan bagi para pengusaha hotel yang ada di Bali. Kita tahu bahwa hotel di Bali tidak hanya dimiliki oleh orang Indonesia, tetapi juga dimiliki oleh orang asing.
Jadi keuntungan dari penuhnya okupansi hotel ini boleh juga kita katakan kembali ke luar negeri. Jangan-jangan lebih banyak keuntungannya ke luar negeri. Hotel di Bali tidak hanya dimiliki orang Bali tetapi dari luar Bali juga.
Namun demikian, efek sosial-ekonomi dari digelarnya pertemuan IMF-Bank Dunia ini boleh dikatakan sistematis dari lapisan atas sampai dengan lapisan bawah. Para pemilik hotel jelas untung. Pegawai hotel dapat bonus, dan sopir juga demikian, akibatnya para warung toko dan sejenisnya juga mendapatkan keuntungan selama perhelatan seminggu ini. Kita tentu saja memberikan apresiasi terhadap hal ini.
Bahwa sekolah-sekolah di sekitar lokasi pertemuan diliburkan, apa boleh buat, itu akibat dari kekhawatiran kemacetan yang terjadi. Mungkin kalau disiasati lebih baik, libur ini tidak perlu karena dapat dilakukan dengan pengaturan jadwal waktu belajar-mengajar serta rekayasa lalu lintas.
Dalam hal rekayasa lalu-lintas, Denpasar dan Badung harus waspada. Ini telah menandakan kemacetan di wilayah itu sudah tidak dapat ditolerir lagi. Ke depan haruslah pemerintah lebih mampu mengatur masalah ini secara lebih baik.
Pada konteks Indonesia, penyelenggaraan event ini memberikan kontribusi positif juga secara politik. Dalam hal politik internasional, Indonesia dipandang telah mampu menggelar acara yang bersifat internasional. Dan ini bukan main-main, karena acara internasional ini boleh dikatakan ibarat pertemuan seluruh presiden atau pemimpin pemerintahan di dunia. Pejabat yang hadir di Bali bukan orang sembarangan.
Mereka terdiri dari direktur bank sentral dari masing-masing negara, menteri keuangan, pejabat pembangunan dan sudah tentu pula direktur IMF dan Bank Dunia. Mereka-mereka itu menjadi penentu kebijakan keuangan dan pembangunan di negaranya masing-masing. Ini tentu saja mereka itu bukan pejabat sembarangan. Dan Indonesia berhasil menyelenggarakan event ini. Sudah sejak setahun yang lalu Indonesia mempersiapkan acara ini.
Maka, dengan momen seperti ini Indonesia menjadi telah berpengalaman untuk menyelenggarakan event dunia. Tidak salah jika sejak sekarang harus dipersiapkan tentang upaya penyelenggaraan Olimpiade yang akan datang. Opini internasional juga akan menilai bagaimana stabilitas politik domestik di Indoensia. Stabilitas akan terlihat dari pandangan mereka.
Dalam konteks politik domestik, mau tidak mau pemerintah akan mendapat apresiasi dari masyarakat, bahwa mereka telah mampu menyelenggarakan event ini secara baik. Harus diakui juga, pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo akan mendapatkan kredit positif terhadap penyelenggaraan ini. Mungkin juga tim kampanye mereka akan memanfaatkan momen ini secara baik, sehingga menguntungkan pihaknya di masa yang akan datang.
Tetapi yang paling penting, Indonesia seharusnya memanfaatkan ini sebagai diplomasi positif. Kalaupun Indonesia harus melakukan pendekatan dengan bank Dunia dan IMF untuk mendapatkan bantuan pembangunan, seharusnya event ini dipakai sebagai ajang berdiplomasi, meminta bantuan yang lebih lunak dan mendapatkan porsi yang besar untuk menentukan arah pembangunan domestik yang harus dilakukan. Bukan didikte oleh para donatur IMF.