SEMARAPURA, BALIPOST.com – Karut-marut rujukan benjenjang berbasis kompetensi melalui integrasi sistem informasi terhadap peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sesuai Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Nomor 4 tahun 2018 masih menjadi atensi Pemkab Klungkung. Hal ini sudah sempat dibahas dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Cabang Klungkung. Namun informasi yang didapatkan belum mampu mengobati kekecewaan. Tak ingin persoalan tersebut terus berlanjut, Bupati I Nyoman Suwirta menyurati Presiden Joko Widodo, meminta supaya kebijakan itu ditinjau ulang.
Dikonfirmasi, Selasa (23/10), Suwirta menyatakan pada surat nomor 440/7039/UM tertanggal 19 Oktober 2018 yang juga ditujukan ke Ketua Komisi IX DPR RI, Menteri Kesehatan dan Direktur Utama BPJS Kesehatan itu, disampaikan sistem rujukan tersebut telah menimbulkan sejumlah masalah. Yakni masyarakat/pasien tidak bisa memilih fasilitas kesehatan dan atau dokter yang sesuai dengan keinginannya. Hal tersebut dinilai dapat menggangu kenyamanan dan kondisi psikologis pasien serta bertentangan dengan ketentuan pasal 5 ayat (3) Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan yang menyatakan setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya. Selain itu, pasien peserta JKN akan dirujuk ke rumah sakit luar daerah apabila pelayanan yang dibutuhkan tidak tersedia pada rumah sakit kelas D atau kelas C di Kabupaten Klungkung, walaupun pelayanan tersebut tersedia di RSUD Klungkung dengan kelas B. Sistem itu bertentangan dengan Pasal 6 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 Tahun 2012 tentang sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan yang berbunyi “dalam rangka meningkatkan aksesibilitas, pemerataan dan peningkatan efektifitas pelayanan kesehatan, rujukan dilakukan ke fasilitas terdekat yang memiliki kemampuan pelayanan sesuai kebutuhan pasien”. “Ada warga yang rumahnya dekat dengan RSUD Klungkung, tetapi kan harus dibawa ke rumah sakit tipe C, sampai ke Gianyar, RS Swasta. Kalau sakit parah, kan bisa meninggal duluan,” sebut Suwirta.
Tak hanya itu, bupati kelahiran 1967 ini menilai sistem rujukan berjenjang cenderung menyebabkan rumah sakit kelas D dan C tetap mempertahankan kelas, namun memperluas jenis layanan spesialisasi karena Permenkes nomor 56 thun 2014 tentang ijin dan klasifikasi rumah sakit hanya mengatur kelas rumah sakit pada batasan minimal tenaga dokter umum, dokter gigi dan dokter spesialis /sub spesialis sehingga rumah dapat menambah jumlah tenaga dan layanan spesialisasi. “Dengan demikian, akan ada rumah sakit kelas D dan C rasa kelas B atau A. Ini dapat mempengaruhi jumlah kunjungan kelas B atau A,” jelasnya.
Sejak 2018, Pemkab Klungkung telah menggulirkan program Universal Health Coverage (UHC) dengan menanggung masyarakat sebagai peserta JKN-KIS. Oleh sebab itu, diinginkan pelayanan kesehatan dimaksimalkan dalam daerah, sehingga pendapatan kapitasi tetap pula bergulir dalam daerah. “Kami sudah mengeluarkan kebijakan seperti itu. Tetapi ada sistem rujukan seperti itu,” katanya menyesal.
Permasalahan tersebut sejatinya sudah sempat dibahas bersama BPJS Kesehatan Cabang Klungkung. Namun masih ada rasa kurang puas terhadap penjelasannya. Namun demikian, keluhan masyarakat dan Pemkab ini diyakini sudah disampaikan juga ke pusat. “Saya yakin BPJS Kesehatan menyampaikan itu ke ke pusat. Tapi pusat tau gak permasalahan di bawah,” kata Suwirta. Selain bersurat, dirinya juga berencana untuk komunikasi langsung ke Kementerian Kesehatan. “Sekarang bersurat dulu. Kalau tidak ada tanggapan, saya akan kesana,” imbuhnya. (sosiawan/balipost)