Media sosial (medsos) saat ini menjadi bagian penting dalam penyebaran berbagai informasi (berita). Kecepatan dalam penyebaran informasi, bahkan menjadikan medsos sebagai media paling efektif untuk melakukan bisnis (online). Karena itu, medsos kini juga dipakai media dalam penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu), yakni kampanye para calon legislatif maupun eksekutif. Terlebih, para calon yang menyasar para calon pemilih pemula atau para pemilih milenial.
Para calon pemilih milenial, meski bisa dibilang pemilih pemula, jelas memiliki pengetahuan dan wawasan milenial pula. Wawasan dan pengetahuan milenial mereka banyak dipengaruhi oleh berbagai informasi yang diperoleh di medsos.
Sungguh sangat disayangkan, medsos kita saat ini malah dibanjiri berbagai informasi bohong (hoax) dan provokatif. Hebohnya berita hoax di medsos, tentu membuat generasi milenial menjadi muak bahkan menjadi apatis. Terlebih, kebanyakan berita hoax belakangan erat kaitannya dengan hajatan demokrasi pemilu.
Kondisi ini tentu menjadi bumerang bagi para calon legislatif maupun calon eksekutif yang ingin memanfaatkan medsos sebagai media kampanye mereka. Media untuk menyampaikan berbagai program yang hendak mereka perjuangkan, bukan media penebar berbagai ujaran kebencian dan caci maki. Ini merupakan tantangan besar bukan hanya bagi para calon wakil rakyat maupun pemimpin bangsa untuk mengembalikan fungsi dan manfaat dari medsos itu sendiri.
Jika kondisi ini (banjir hoax) terus saja ditebar malah oleh para calon pemimpin dan wakil rakyat, tidak hanya sikap apatis kaum milenial sebagai calon pemilih yang muncul. Berita hoax ini telah memicu perpecahan anak-anak bangsa. Bahkan, sejarah mencatat, kehancuran beberapa negara dipicu dari berita hoax.
Buku ‘’Museum Hoaxes’’ karya Alexander Boose bahkan mencatat beberapa perang besar dalam sejarah dipicu oleh hoax. Salah satunya, Perang Dunia II yang dipicu berita hoax Adolf Hitler. Tentu hal ini tidak dikehendaki bangsa ini. Negara menjadi hancur hanya gara-gara para calon wakil rakyat dan calon pemimpin bangsa ini memanfaatkan medsos untuk menebar hoax demi ambisi kekuasaan.
Para calon wakil rakyat maupun calon pemimpim bangsa, mulai tataran daerah tingkat II, tingkat I, sampai nasional, semestinya memanfaatkan medsos untuk merebut hati dan simpati para calon pemilih milenial. Tak penting jumlah mereka saat ini mungkin masih di bawah calon pemilih konvensional, tetapi di tangan merekalah sejarah bangsa ini ke depan ditoreh.
Ingatlah, Orde Lama tumbang oleh Orde Baru. Orde Baru tumbang oleh Gerakan Reformasi. Kita tidak mengharapkan kata “tumbang” lagi dalam suksesi di tanah air. Peralihan kepemimpinan kita harapkan mengalir seperti munculnya generasi milenial oleh perkembangan baru, wawasan dan pengetahuan baru.