SEMARAPURA, BALIPOST.com – Pura Dasar Buana Gelgel, melaksanakan karya agung pada akhir tahun ini. Karya agung Mamungkah, Nubung Pedagingan, Ngenteg Linggih, Padudusan Agung Tawur Panca Wali Krama dan Mahayu Jagat Marisudha Bumi, puncaknya akan digelar pada 31 Desember nanti.
Sebagai rangkaian karya agung ini, tahapan karya sudah sampai pada Mahayu Jagat dan Marisudha Bumi, Jumat (23/11). Rangkaian karya ini disebut-sebut yang pertama kali di Pura Dasar Buana Gelgel, sejak 500 tahun terakhir.
Ritual Mahayu Jagat dan Marisudha gumi dipusatkan di Pertigaan Agung Desa Pekraman Gelgel, kapuput tiga sulinggih, yaitu Ida Pedanda Gde Putra Tembau dari Gria Aan, Banjarangkan, Ida Pedanda Gde Wayahan Darma dari Gria Wanasari, Karangasem dan Ida Rsi Bujangga Dharmakerti dari Gria Angkling, Gianyar. Upacara Tawur Mahayu Jagat dan Marisuda Bumi adalah prosesi ke 10 dari rangkaian upacara Karya Agung Memungkah, Nubung Pedagingan, Ngenteg Linggih, Pedudusan Agung, Tawur Panca Wali Krama, Mahayu Jagat, Marisudha Gumi.
Bendesa Pekraman Gelgel Putu Arimbawa mengatakan, makna dari prosesi ini yakni membersihkan bhuana alit dan bhuana agung, sebelum melaksanakan prosesi lanjutan. Karena dalam rangkaian karya besar ini ada tahapan pembersihan alam, yang pertama tawur mahayu jagat dan marisuda bumi, tanggal 11 Desember pembersihan wewidangan pura, serta tanggal 20 Desember pembersihan pralingga Ida Betara. “Semua ini disucikan sebelum puncak karya 31 Desember 2018 nanti,”ujarnya.
Setelah upacara Mahayu Jagat dan Marisudha Bumi dilanjutkan dengan upacara mendem penyejeg gumi sebagai proses akhir. Penyejeg gumi di pendem dengan dasar kwangen-kwangen pemuspaan yang dibawa oleh krama yang tangkil, dilanjutkan dengan keliling ke tanggun-tanggun desa nyambehang nasi tawur, tirta tawur, tirta panca kelud, prasista luwih. Tujuannya untuk nyomia semua bhuta- bhuta agar kembali ke wadahnya dan tidak mengganggu, kembali ke tatanan sistem agar terjadi keseimbangan alam.
Panitia karya lainnya, Made Suryawan, menambahkan bahwa karya agung ini merupakan yang pertama kali digelar sejak 500 tahun terakhir. Ini menyusul banyaknya kejadian dan polemik yang terjadi di Pura Dasar Buana Gelgel sebelumnya, yang sempat mengundang kontroversi.
Saking besarnya karya, persiapannya sudah dilakukan sejak setahun terakhir. Ini terlihat dari kesiapan panitia yang terorganisasi dari desa adat setempat, melibatkan krama 28 banjar adat. Karya agung ini panitianya hanya melibatkan krama desa adat.
Beda dengan pura besar lainnya di Bali, dimana setiap karya agung, selalu melibatkan pemerintah daerah, khususnya terkait pendanaan. “Keseluruhan biaya dirancang Rp 6,5 miliar. Kami di desa adat urunan masing-masing Rp 200 ribu, ditambah bantuan donatur dari berbagai pihak. Termasuk warga kita yang telah sukses dengan usahanya. Kami rangkul semuanya, untuk menyukseskan karya agung ini,” jelas Suryawan yang juga bendahara panitia.
Rangkaian aci berikutnya, dilanjutkan dengan ngajum pedagingan pada 5 Desember nanti, sebelum mapepada tawur, nedunang Ida Batara pada 11 Desember nanti. Pada buda umanis julungwangi, 12 Desember baru dilaksanakan Mecaru, Mlaspas, Mendem Pedagingan, Masupati Pratima dan Tapakan Sesuhunan Ratu Gde, Karya Pengingkup di Pura Pusering Jagat, Pura Yasa, Pura Melanting dan Pura Penyucian.
Karya dilanjutkan pada 19 Desember, dengan Mapepada Tawur Gentuh, Labuh Gentuh dan Panca Wali Krama di Pura Dasar Buana. Ini sebagai persiapan karya Tawur Gentuh, Mepenyejeg Bhumi, Mlaspas, Mendem Pedagingan, Masupati Pratima, Karya Pengingkup pada 20 Desember nanti. “Setelah masupati pratima, baru kita melasti ke Segara Klotok pada 23 Desember. Sekaligus ritual Tawur Labuh Gentuh, Ngaturang Pekelem Nunas Tirtha Kamandalu, Memasar lan Memendak Ida Bhatara,” kata Arimbawa. (Bagiarta/balipost)