Salah satu jalur di kawasan Buleleng yang akan dibangun shorcut Singaraja-Mengwitani. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Ada kekhawatiran pembangunan shortcut Singaraja-Mengwitani diikuti dengan bertumbuhnya fasilitas pariwisata di kawasan tersebut. Utamanya di Bedugul dan daerah puncak di wilayah Buleleng yang berhawa sejuk dengan panorama yang indah. Tentu ini harus menjadi perhatian. Jadi konsep ekonomi harus tetap mendukung lingkungan dan lingkungan harus tetap bersinergi dengan ekonomi.

Ketua Puslit PPLH Unud Dr. Made Sudarma, M.S. mengatakan, daerah yang dilalui nanti merupakan daerah tangkapan air hujan. “Tapi kita tidak bisa membuat oposisi antara lingkungan dengan ekonomi. Jadi bagaimanapun juga konsep ekonomi harus tetap mendukung lingkungan dan lingkungan harus tetap bersinergi dengan ekonomi,” ujarnya, Senin (26/11).

Dari segi aspek infrastruktur kaitannya dengan efisiensi ekonomi, membuat keberadaan jalan yang mempercepat perjalanan dari Denpasar ke Singaraja itu diperlukan. Hanya ada beberapa opsi. Namun perlu diperhatikan dampak lingkungannya.

Baca juga:  Picu Kenaikan Kasus COVID-19, Kemenkes Waspadai Subvarian Baru Ditemukan di Bali

Ia berharap kajian amdalnya betul-betul dibaca dan dikaji terkait dampak yang akan terjadi terhadap lingkungan. Jika shortcut melewati Bedugul maka perlu diperhatikan keberlangsungan daerah penyangga tersebut.

Bedugul adalah daerah hulu, baik daerah hulu Bali Selatan maupun Bali Utara. Daerah hulu ekosistem yang dominan adalah hutan. Sementara fungsi hutan adalah menjaga siklus hidrologis. Maka dari itu dengan pembangunan shortcut, fungsi hidrologis hutan jangan sampai terkoyak.

Apalagi keberadaan Danau Beratan berdampingan dengan Danau Tamblingan dan Buyan. Hal itu akan sangat bergantung dari vegetasi yang tumbuh di hulu itu sendiri. Maka diharapkan pemotongan atau penebangan pohon itu bisa diminimalisir, sehingga fungsi hulu sebagai catchment area bisa terjaga.

Baca juga:  Agus Mahayastra dan Agung Mayun Ambil Formulir Bakal Cabup dan Cawabup

Apalagi Bedugul merupakan daerah rawan longsor sehingga aspek keamanan dari longsor perlu juga diperhatikan. “Dari pengamatan empiris, daerah timur dari Danau Beratan sering terjadi longsoran. Saya khawatir mudah-mudahan itu sudah menjadi perhitungan,” ujarnya.

Dengan dibangunnya jalan di daerah rawan longsor tersebut, beban tanah di daerah itu tentu akan menjadi berat. “Tentu ada getaran, itu akan menjadi lebih mudah longsor. Kalau itu sudah terbangun itu pasti akan ramai. Maka perkiraan volume kendaraan, getaran dan besarannya itu mestinya sudah muncul dalam amdal,” pungkasnya.

Baca juga:  Tiga Guide Ilegal Didenda Puluhan Juta Rupiah

Selain itu, daerah Bedugul merupakan daerah hutan lindung. Jika dipakai sebagai shortcut maka luas tutupan hutan lindung menjadi berkurang. “Selama ini kan indeks luas tutupan hutan kita kurang dari 23 persen, padahal tutupan hutan lindung minimal 30 persen. Kalau daerah tutupan itu dipakai ruas jalan, maka akan menjadi berkurang lagi,” jelasnya.

Ia berharap shortcut yang dibangun seperti daerah di Tabanan menuju Gilimanuk yaitu berupa jembatan-jembatan. Fungsinya tetap sama untuk memotong panjang jalan dan juga menghindari kecelakan lalu lintas. “Kita berharap mudah-mudahan itu berupa jembatan, tentu akan meminimalisir pengurangan daerah tutupan area hutan,” tandasnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *