SINGARAJA, BALIPOST.com – Desakan Komisi II agar kontraktor “nakal” diberikan sanksi tegas nampaknya mulai diikuti oleh Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR) Buleleng. Buktinya, salah satu kontraktor lokal dijatuhi sanksi black list.
Rekanan ini disanksi karena tidak mampu menyelesaikan pelaksanaan proyek. Itupun setelah diberikan perpanjangan pengerjaan sampai 50 hari setelah kontrak berakhir.
Kepala Dinas PUPR Buleleng Ketut Suparta Wijaya usai mengikuti sidang paripurna penetapan Rancangan APBD Tahun 2019 di gedung DPRD Buleleng, Rabu (28/11), mengatakan, rekanan yang di-black list itu sebelumnya mengerjakan pelaksanaan proyek rehab bangunan pelengkap Jalan Sekumpul – Lemukih – Yeh Ketipat dan Sekumpul – Galungan. Paket pekerjaan dengan nilai kontrak Rp 302,8 juta tersebut harusnya rampung 10 September 2018.
Dalam perjalanannya, proyek itu tidak juga tuntas. PUPR memberi batas waktu perpanjangan 50 hari kalender.
Meskipun mendapatkan perpanjangan waktu, rekanan dikenakan denda senilai Rp 302.800 setiap hari. Sampai perpanjangan waktu itu berakhir 30 Oktober 2018 pekerjaan tetap saja tidak kunjung rampung.
Sampai batas waktu perpanjangan itu realisasi pelaksanaan pekerjaan di lapangan 54 persen. Setelah pemerintah memutus kontrak kontraktor bersangkutan diinstruksikan agar membayar denda ke kas daerah.
Total denda sebesar Rp 15,14 juta itu telah diterima ke Kas Daerah. Selain itu, pemerintah juga merealisasikan jaminan proyek senilai Rp 20 juta yang sebelumnya dijadikan jaminan oleh kontraktor pelaksana. “Mekanisme sudah kita lakukan dan langkah terakhir mulai 31 Oktober 2018 kami berikan sanksi black list itu,” katanya.
Menurut Suparta Wijaya, pemerintah daerah sama sekali tidak “lunak” dengan kontraktor yang tidak mampu mengerjakan paket proyek sesuai kontrak. Sebelum menjatuhkan saksi itu, pemerintah harus mengikuti prosedur yang tercantum dalam klausul kontrak pekerjaan, dan Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah.
Seperti diberitakan, DPRD Buleleng menyayangkan banyaknya proyek pemerintah molor menjelang akhir tahun 2018. Dewan menuntut pemerintah memberikan sanksi tegas terhadap kontraktor “nakal.”
Salah satu sanksi tegas itu adalah menjatuhkan sanksi black list, sehingga kontraktor bersangkutan tidak bisa mengikuti tender proyek pemerintah di tahun berikutnya.
Ketua Komisi II DPRD Buleleng Putu Mangku Budiasa mengatakan, masalah proyek molor menjelang akhir tahun tidak terjadi kali ini saja. Situasi ini terjadi hampir setiap tahun anggaran.
Tidak ingin kejadian terulang, pihaknya mendesak pemerintah menjatuhkan sanksi black list. Bila sanksi ini dijatuhkan, maka kontraktor bersangkutan tidak dapat mengikuti tender pekerjaan proyek.
Tidak saja kontraktor, hal serupa juga perlu dilakukan kepada konsultan pengawas. Ini karena terjadinya proyek molor tersebut penyebabnya juga karena pengawasan tahapan pelaksanaan pengerjaan. Selain itu, proyek molor ini sangat berdampak pada wibawa pemerintah daerah di mata publik. (Mudiarta/balipost)