vonis
Ilustrasi. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Terdakwa dugaan kasus OTT pungutan liar oleh tim Saber Pungli terkait pembayaran kompensasi Jalan Mina Utama, Suwung Batan Kendal, Sesetan, Denpasar Selatan, Selasa (6/12) mulai diadili. Sebagai hakim ketua dalam perkara ini adalah Waka PN Denpasar, Bambang Ekaputra. JPU Nyoman Bella P. Atmaja menguraikan peristiwa terjadi penangkapan oleh Tim Saber Pungli Polresta Denpasar di Warung Mina Jalan Tukad Gangga, Denpasar.

Duduk sebagai terdakwa adalah Hartono (45) dan I Gusti Arya Dirawan (67). Jaksa menjelaskan, bahwa terdakwa pada 5 Agustus 2018 melakukan, yang menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan perbuatan dengan maksud menguntungkan diri sendiri, atau orang lain dengan cara melawan hukum. Yakni, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang.

Awalnya, kata jaksa di hadapan majelis hakim dan terdakwa yang didampingi kuasa hukumnya Charlie Usfunan dkk., pada tahun 2009 saksi korban I Gusti Made Aryawan, yang merupakan developer membangun proyek perumahan tahap pertama yang diberi nama Catalia Residence atau Sambandha Residence di Jalan By Pass Ngurah Rai, Gang Mina Utama, Suwung. Kata jaksa, saat dilakukan penggarapan proyek sudah disetujui menggunakan akses oleh Warga Gang Mina Utama, yang saat itu diketuai I Gusti Arta Damaryanta (almarhum). Dan surat itu tertuang dalam surat pernyataan tertanggal 28 September 2009. Dan saat itu diberikan kompensasi sebesar Rp 260 juta.

Baca juga:  KPK Amankan 11 Orang dalam OTT di Kaltim

Pada 2017, I Gusti Made Aryawan kembali ingin melanjutkan pembangunan Catalia Residence dengan membangun 40 unit rumah, yang lokasinya bersebelahan dengan rumah tahap pertama. Dan akses jalan yang akan digunakan sama dengan yang terdahulu.

Namun, kata jaksa, pembangunan perumahan terhambat karena dihalang-halangi pihak terdakwa dengan alasan Gusti Made Aryawan belum menyelesaikan kompensasi hingga Rp 35 miliar. “Dengan dalih bahwa permintaan uang sebanyak itu (Rp 35 miliar) berdasarkan hasil rapat warga Gang Mina Utama pada 13 Januari 2018,” tandas JPU Bella.

Baca juga:  KPK Lakukan OTT Bupati Kepulauan Meranti

Disebutkan pula di depan persidangan, bahwa atas permintaan itu korban keberatan dan tidak menyetujui karena tidak ada dasar. Selain itu korban juga tidak bisa membawa material karena dihalangi oleh pihak terdakwa.

Atas dasar itu, Gusti Made Aryawan meminta tim legal konsultan, I Made Adi Raka Saputra dan Made Dwi Yoga Satria, bertemu dengan para terdakwa untuk menbicarakan masalah tersebut. Karena tidak disepakati Rp 35 miliar, akhirnya turun menjadi Rp 10 miliar yang akan dilakukan pembayaran dua tahap. “5 Agustus 2018 Rp 5 miliar dan Januari 2019 Rp 5 miliar. Nah atas permintaan terdakwa, disepakati pemberian tahap awal 5 Agustus dilakukan di Warung Mina,” tandas jaksa.

Di sana, terdakwa dan legal konsultan atau konsultan hukum Gusti Aryawan, pada pukul 20.00 bertemu di Warung Mina. Rinciannya, penyerahan uang tunai Rp 100 juta, 1 lembar BG dengan nominal 2,5 miliar dan satu lembar BG lagi nominalnya Rp 2,4 miliar. Dan, kata jaksa itu sudah diterima terdakwa dan dilengkapi dengan kwitansi. Namun sayang, setelah menerima itu, terdakwa ditangkap polisi.

Baca juga:  Terseret Arus, KMP Jalur Nusa Kandas

Atas dakwaan itu, terdakwa melalui kuasa hukumnya Charlie Usfunan tidak mengajukan eksepsi. Sehingga jaksa akan melalukan pembuktian dalam sidang Selasa pekan depan.

Sebelumnya, pihak terdakwa mengajukan praperadilan dalam kasus ini karena mereka merasa mendapatkan perlakuan diskriminasi. Pihak terdakwa menjelaskan perkara ini berawal saat seorang pengusaha property I Gusti Made Suryawan membeli satu unit rumah di Perum Sambada yang berada di Jalan Mina Utama.

Namun rumah tersebut dibongkar oleh Suryawan dan dijadikan akses jalan menuju tanah yang berada di belakang perumahan tersebut. Suryawan mulai melakukan aktivitas pembangunan perumahan elit dengan menggunakan Jalan Mina Utama.

Warga yang merasa terganggu melakukan rapat dan warga menyikapi penggunaan jalan oleh pengusaha properti ini. “Jalan ini milik warga perumahan. Makanya mereka merasa terganggu dan minta truk dan pengangkut bahan bangunan tidak melewati Jalan Mina Utama,” jelas terdakwa. (Miasa/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *