Petani kopi sedang panen raya. (BP/dok)

BANYUWANGI, BALIPOST.com – Musim hujan tak hanya rawan bencana. Bagai petani kopi, musim hujan menjadi musibah. Mereka kelimpungan mengeringkan hasil panen. Padahal, memasuki musim panen raya. Seperti dikeluhkan para petani kopi di Desa Kalibaru Wetan, Kecamatan Kalibaru, Banyuwangi.

Maksun (60), salah satu petani mengaku musim panen raya kopi di mulai bulan Juli hingga November. Celakanya, memasuki November, musim hujan sudah datang. Berlanjut hingga Desember. Akibatnya, hasil panen tak bisa dikeringkan dengan cepat. Sebab, terganjal cuaca. Pengeringan yak tak maksimal, berimbas pada kualitas kopi. Tentunya, berdampak pada harga.

Baca juga:  XL Salurkan Bantuan dan Layanan Bebas Biaya untuk Korban Tsunami

“Puncak panen kopi dimulai Juli sampai November. Ketika musim hujan, kami bingung menjemur kopi. Padahal, panen melimpah,” keluhnya, Jumat (14/12).

Padahal, kata Maksun, kualitas kopi warga cukup baik. Hasil panen juga melimpah. Namun, ketika terganjal cuaca, kualitas produksi tak bisa maksimal.

Kondisi ini, diamini Plt. Kepala Desa Kalibaru Wetan, Muji Purwanto. Pejabat ini mengatakan selama ini warganya banyak mengandalkan pertanian kopi. Lahan yang digarap adalah milik Perhutani. Luasnya, 2.700 hektar, dikelola oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Lahan itu digarap oleh 334 kepala keluarga. Sistemnya tumpang sari, tanpa mengurangi tegakan tanaman hutan. “ Masalahnya memang kerap terganjal cuaca,” jelasnya.

Baca juga:  Kelelahan, Penumpang Jatuh di Kapal

Ditambahkan, harga kopi lumayan bagus. Kopi biasa dijual Rp 5.000 hingga Rp 5.200 per kilogram untuk kategori asalan dan Rp 5.800 hingga Rp 6.000 per kilogram untuk kategori petik merah. Sedangkan gabah (kopi kering) biasa dijual dengan harga Rp 23.000 hingga Rp 25.000 per kilogram untuk kategori asalan. Dan, Rp 28.000 untuk kategori bagus.

Menurut Muji, keluhan para petani terjawab setelah mendapat bantuan mesin dari Kementerian Percepatan Desa Tertinggal (PDT). Mesin pengering dan pengolah kopi dikelola bersama petani setempat. “Harapannya para pekebun kopi mendapat nilai lebih dari usahanya sehingga perekonomian mereka meningkat,” kata Muji. Nantinya, pengolahan kopi tak hanya dikeringkan, namun dikemas dalam bentuk siap seduh alias kopi bubuk. (budi wiryanto/balipost)

Baca juga:  Talep Sembunyikan Sabu di Pembalut Wanita

 

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *