Alih fungsi lahan pertanian di Klungkung semakin marak. Untuk mengantisipasinya, Pemkab berencana merancang Perda PLP2B. (BP/dok)

SEMARAPURA, BALIPOST.com – Beli Mahal Jual Murah (Bima Juara) merupakan salah satu program prioritas Kabupaten Klungkung. Bahkan, sempat mendapat penghargaan nasional bersama program TOSS (Tempat Olahan Sampah Setempat).

Namun, program Bima Juara ini menghadapi tantangan berat, yakni alih fungsi lahan pertanian. Program Bima Juara ini, berawal dari keprhatinan pemerintah daerah terhadap hasil produksi gabah pertanian warga.

Persoalan awalnya adalah penebas gabah, mengasumsikan total produksi gabah petani, selalu lebih rendah dari yang sebenarnya. Jadi di awal penebas itu seperti membeli mahal.

Tetapi ketika di poduksi menjadi beras, ngakunya merugi kepada petani yang dibeli gabahnya. “Misalnya di awal sudah sepakati harga gabah Rp 6 juta, tetapi dibayar hanya Rp 4,5 juta. Sehingga disini tidak memberikan jaminan kepastian harga,” kata Kepala Dinas Pertanian Klungkung, Ida Bagus Juanida.

Baca juga:  2019, Periode Januari-April Luas Panen Diestimasi Turun

Menurutnya, kalau memang produksinya petani laku Rp 10 juta, semestinya petani menerima uang dari penebas sebesar Rp 10 juta juga. Sehingga, melihat persoalan ini, pemerintah daerah bekerjasama dengan KUD (Koperasi Unit Desa).

Implementasinya, KUD berani membeli gabah petani dengan harga jauh lebih mahal. Kemudian, setelah diproses menjadi beras, dijual lebih murah kepada masyarakat dengan harga lebih murah. “Misalnya, harga gabah di pasaran Rp 4.500 per kg, KUD bisa membelinya seharga Rp 4.700 sampai Rp 5.000 per kg. Demikian juga saat menjual. Bila harga beras di pasaran, Rp 10.000 per kg, maka KUD menjualnya dengan harga lebih murah, misalnya Rp 9.500 sampai Rp 9.700 per kg,” katanya.

Dengan program ini, dia menambahkan harga jual gabah petani tetap konsisten. Bahkan, pemerintah daerah sudah menetapkan harga jual terendah sebesar Rp 3.750 per kg.

Baca juga:  Pertanian Berbasis Kesejahteraan

Petani pun merasakan manfaatnya. Demikian juga KUD yang mulai terancam keberadaannya setelah era reformasi, kini bisa bangkit lagi. Jadi, KUD nya yang langsung beli gabahnya dengan memberikan kepastian harga dengan harga satuan kiloan. Atau petaninya sendiri yang menjual langsung ke KUD.

Namun, saat ini pemerintah daerah baru menjalin kerjasama dalam program ini, dengan tiga KUD di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Dawan, Klungkung dan Banjarangkan. Sejauh ini baru ada tiga KUD yang melakukan kerja sama di setiap kecamatan.

Sehingga, yang tergarap dengan program ini baru 6-10 persen dari total hasil produksi petani. Harapan ke depan, Dinas Pertanian ingin semua hasil pertanian di Kabupaten Klungkung bisa digarap semuanya oleh KUD. “Kalau setiap desa ada KUD nya, kan sangat bagus,” katanya.

Baca juga:  Antisipasi Lonjakan Inflasi, Tingkat Konsumsi Harus Dijaga

Disinggung mengenai penyempurnaan program ini, dia mengatakan sejauh ini, dikatakan hanya dilakukan untuk penambahan KUD yang bekerjasama dengan pemerintah daerah. Sebab, mengenai mekanisme harga jual beras dan beli gabah, itu ditentukan dari mekanisme pasar.

Pemerintah daerah hanya menentukan harga terendah gabah petani sebesar Rp 3.750 per kilogram. Tetapi, faktanya tidak sampai harganya segitu. Malah lebih mahal, hingga pernah Rp 5.000 per kilogram. “Kami mendorong petani, tetap menjual gabahnya dengan kiloan. Bukan hamparan,” katanya.

Luas areal pertanian Klungkung, sesuai data terbaru mencapai 3.500 hektar. Sementara, dengan luas areal pertanian seluas itu, total produksi berasnya mencapai 18.000 ton per tahun. (Bagiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *