DENPASAR, BALIPOST.com – Ranperda tentang perubahan Perda RTRWP Bali belum bisa diketok palu pada masa persidangan tahun ini. DPRD Bali bersama eksekutif telah menyepakati agar pembahasan revisi Perda No.16 Tahun 2009 tersebut diperpanjang.
Revisi diharapkan rampung dengan baik karena Perda RTRWP akan menjadi pedoman pembangunan Bali. Terlebih selama ini, Perda RTRWP ternyata sulit untuk diterapkan.
“Kami menargetkan bulan Januari 2019 harus ditetapkan, karena ini seiring dengan visi misi (gubernur). Sekitar 49 pasal yang diusulkan oleh gubernur baru terpilih (untuk direvisi, red),” ujar Ketua Pansus Revisi Perda RTRWP Bali, I Ketut Kariyasa Adnyana dalam rapat antara dewan dan eksekutif di Ruang Rapat Gabungan DPRD Bali, Jumat (28/12).
Menurut Kariyasa, beberapa materi revisi menyangkut visi-misi gubernur yakni potensi daerah dan infrastruktur seperti pembangunan shortcut, jalan-jalan penghubung, perluasan bandar udara, rencana kereta api, pelabuhan laut serta rencana pembangunan bandar udara baru di Buleleng.
Perubahan RTRWP Bali juga untuk menyikapi Perpres No.51 Tahun 2014, alih fungsi lahan, serta kawasan suci. Berkaitan dengan Perpres 51, Pansus sudah melakukan konsultasi ke Kementrian ATR/BPN. Hasilnya, revisi RTRWP Bali tidak bisa mengabaikan keberadaan Perpres 51.
“Sehingga seyogianya Perpres tersebut sebaiknya diubah dahulu. Hal ini perlu disikapi bersama,” imbuh Sekretaris Komisi III DPRD Bali ini.
Teranyar, lanjut Kariyasa, menyangkut ijin lokasi baru yang diterbitkan Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti terkait rencana reklamasi Teluk Benoa. Ditambah lagi soal pernyataan Menteri Susi agar Bali mengubah tata ruangnya jika menolak rencana tersebut. Padahal dalam RTRWP, Teluk Benoa sudah masuk sebagai kawasan konservasi dan maritim. Hal tersebut tidak akan diubah dalam revisi Perda RTRWP. Selama ini pun, dewan sebetulnya sudah melakukan apa yang menjadi aspirasi rakyat yakni menolak rencana reklamasi Teluk Benoa. Begitupun gubernur sudah melakukan hal yang sama.
“Di daerah itu sudah sangat maksimal, dan memang semestinya tidak usah khawatir lah. Secara teknis, DPRD sudah sangat aspiratif,” imbuh Politisi PDIP asal Busungbiu, Buleleng.
Kariyasa memandang perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam terkait Perda RTRWP. Ini sesuai hasil rapat kerja yang telah dilakukan Pansus, serta memperhatikan fenomena di masyarakat. Pembahasan lebih lanjut perlu dilakukan terhadap substansi materi dan masukan-masukan sebagai bahan pertimbangan. Antara lain dengan mengundang ForBALI (Forum Masyarakat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa), melakukan roadshow ke kabupaten/kota, serta mengundang masyarakat untuk menyampaikan aspirasi ke dewan. Selain itu, pihak eksekutif dan tim ahli juga akan diajak untuk membahas beberapa persoalan yang belum mendapatkan titik temu.
“Ada beberapa isu yang selama ini masih belum menjadi kesepakatan. Seperti ketinggian bangunan pada tempat-tempat tertentu, KDB di ruang terbuka hijau, dan perubahan kawasan yang menjadi usulan para bupati,” jelasnya.
Ketua DPRD Bali, I Nyoman Adi Wiryatama mengatakan, revisi Perda RTRWP harus berkualitas dan berguna bagi semua pihak. Tidak hanya sekedar menjadi perda “pembungkus kacang”. Revisi pun menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat yang dinamis. Namun tetap menjaga agar Bali tidak dieksplorasi secara kebablasan untuk menekan dampak negatifnya. Seperti masalah ketinggian bangunan, tidak semuanya akan diubah dan memerlukan pembahasan panjang. Begitu juga soal rencana mengubah KDB, khususnya di KDTWK.
“Memang kalau bisa apapun jangan diubah di Bali, lestarikan, saya setuju. Tapi miskinnya akan ikut lestari juga. Itu perlu kita fikirkan. Kepala daerah kan punya otonomi, dia juga ingin berkreativitas sesuai dengan potensi daerahnya masing-masing,” jelas Politisi PDIP ini.
Diwawancara terpisah, Kepala Dinas PU dan Penataan Ruang Provinsi Bali, I Nyoman Astawa Riadi mengatakan, ada 14 hal yang harus dipenuhi agar revisi Perda RTRWP mendapatkan persetujuan dari Kementerian ATR/BPN. Sebab, persetujuan tersebut dibutuhkan ketika perda yang sudah diketok palu nanti diajukan ke Kementrian Dalam Negeri. Salah satunya, harus ada peta tentang tata ruang Bali secara menyeluruh. Pihaknya masih berproses untuk memenuhi apa saja yang disyaratkan Kementrian.
“Karena kita merubah dan berlaku sampai tahun 2029, supaya terpenuhi apa keinginan-keinginan. Bali kan sangat kecil, sehingga perlu pengaturan yang lebih intensif,” ujarnya. (rindra/balipost)